Selamat Datang

Belajar Perlindungan Tanaman adalah situs yang dibuat untuk mendukung mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana mempelajari mata kuliah Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Blog ini dibuat sebagai sarana pembelajaran blended learning dan sebagai sarana pembelajaran daring selama pandemi Covid-19. Bila Anda adalah mahasiswa peserta mata kuliah Dasar-dasar Perlindungan Tanaman semester ganjil Tahun Ajaran 2021/2022, untuk melaksanakan perkuliahan daring Anda wajib membaca setiap materi kuliah dan melaksanakan petunjuk mengenai hal-hal yang harus dilakukan sebagaimana diberikan pada setiap materi kuliah.

Jumat, 29 Maret 2019

4.1. Pendekatan Perlindungan Tanaman: Dari Pengendalian Hama Terpadu dan Pengelolaan Hama Terpdu Menjadi Ketahanan Hayati

Print Friendly and PDF
Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) atau Integrated Pest Management (IPM) merupakan konsep pengelolaan ekosistem pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Di Indonesia istilah PHT diartikan sebagai Pengendalian Hama Terpadu, tetapi sebenarnya jika dilihat dari sejarah pengembangan konsep, IPM atau Pengelolaan Hama Terpadu merupakan peningkatan dari konsep Integrated Pest Control (IPC) atau Pengendalian Hama Terpadu. Konsep PHT muncul pada tahun 1960-an karena kekhawatiran masyarakat dunia akan dampak penggunaan pestisida bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Dunia menginginkan pendekatan dan teknologi pengendalian hama baru yang tidak membahayakan kesehatan dan yang aman bagi lingkungan hidup.

4.1.1. MATERI KULIAH

4.1.1.1. Membaca Materi Kuliah
Keberadaan populasi hama tanaman di pertanaman selalu dianggap merugikan sehingga manusia berusaha melakukan perlindungan tanaman. Pada awalnya perlindungan tanaman dilakukan secara sederhana, yaitu secara mekanik menggunakan alat sederhana seperti alat pemukul. Namun semakin luasnya areal pertanaman dan semakin banyaknya jenis OPT yang dihadapi menyebabkan perlindungan tanaman secara sederhana tersebut tidak efektif melindungan  Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, para pakar perlindungan tanaman terus berupaya mengembangkan berbagai cara pengendalian hama yang lebih efektif.

Sejak 1968 pemerintah Indonesia meluncurkan program bimbingan masal (BIMAS) sebagai upaya peningkatan produksi padi melalui penggunaan bibit unggul berdaya hasil tinggi, pengolahan tanah, pengairan, pemupukan, dan penggunaan pestisida yang ketika itu disebut “obat hama”. Berikut adalah sebuah kutipan mengenai upaya pemerintah tersebut:
Indonesia began the BIMAS rice intensification programme in 1968 and since then there have been great increases in their total yields and overall production -overall an increase of more than three times. Most of this was due to better irrigation, shorter duration varieties and credit support for purchasing chemical fertiliser. Along with intensification were subsidies for certain inputs such as fertilisers and pesticides. The general belief in the 1960s was that more agrochemical inputs - both fertiliser and pesticides - meant higher yields and production. The government had funds from oil and was able to spend large sums of money on these inputs. In the year between 1976 and 1980 the subsidies for pesticides were over US$ 50 million per year and between 1981 and 1988 they exceeded US$ 150 million per year.
BIMAS berhasil meningkatkan produksi sampai sebesar tiga kali. Lonjakan produksi ini berhasil dicapai melalui penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, pupuk kimia, dan pestisida. Ketika itu “revolusi hijau” (green revolution) sedang pada puncak masa kejayaannya dan kesadaran manusia akan perlunya kelestarian lingkungan belum berkembang seperti sekarang.

Penggunaan varietas unggul serta pupuk kimia dan pestisida secara berlebihan menorong terjadinya ledakan wereng cokelat yang merupakan vektor penyakit tungro. Varietas unggul berdaya hasil tinggi rentan terhadap wereng cokelat dan tungro. Untuk mengatasi ledakan hama ini dikembangkan varietas unggul baru yang tahan terhadap wereng cokelat (dikenal sebagai varietas unggul tahan wereng, VUTW) dan disertai dengan penggunaan pestisida secara intensif. Namun setiap kali dihasilkan varietas baru, dalam waktu yang tidak terlalu lama muncul wereng cokelat wereng cokelat biotipe baru yang dapat mematahkan ketahanan VUTW. Pestisida pun harus digunakan semakin banyak, tetapi ledakan populasi wereng cokelat terus saja terjadi.

Sejak 1977 Peter Kenmore, seorang mahasiswa S3 University of California Berkeley yang mendapat beasiswa Rockefeller, mulai meneliti ekologi wereng cokelat di IRRI. Dia menemukan bahwa terdapat faktor pembunuh alami yang menyebabkan populasi hama wereng dan hama-hama lainnya rendah. Pada ekosistem sawah, dia menemukan (sebenarnya sudah ditemukan 15 tahun sebelumnya di Jepang), bahwa terdapat laba-laba, capung, berbagai jenis kumbang dan berbagai serangga parasitoid yang merusakkan telur, nimfa, dan imago wereng cokelat. Penggunaan pestisida, selain mendorong munculnya biotipe wereng baru, justru mematikan musuh alami tersebut sehingga menyebabkan terjadinya resurgensi hama sasaran (target pest resurgence) dan ledakan hama sekunder (secondary pest outbreak). Temuan ini kurang mendapatkan perhatian, bahkan di IRRI sendiri. IRRI terus sibuk berpacu menghasilkan VUTW baru setiap kali VUTW yang sudah ada dipatahkan ketahanannya oleh wereng cokelat biotipe baru. Ledakan wereng cokelat terjadi dengan interval teratur yang oleh pemulia tanaman disebut “boom and bust” karena VUTW tahan hanya sementara untuk kemudian ketahanannya lenyap begitu muncul wereng cokelat biotipe baru.

Penelitian mengenai ekologi wereng cokelat di Indonesia dilakukan of Ida Nyoman Oka dari Deptan (sekarang Kementan) dan Kasumbogo Untung dari UGM awal 1980-an. Ketika pada 1985 terjadi lagi ledakan wereng cokelat, seorang staf Depkeu (sekerang Kemenkeu) mengingatkan Menkeu ketika itu bahwa subsidi pestisida sudah terlalu besar dan oleh karena itu perlu dicari cara untuk mengurangi penggunaan pestisida. Menkeu melaporkan hal ini kepada Presiden Soeharto yang kemudian, dengan mendasarkan pada hasil-hasil penelitian mengenai ekologi wereng cokelat yang dilakukan di Indonesia (dengan dukungan Dr. K. Sogawa, seorang pakar evoluasi wereng cokelat ternama dari Jepang), mendorong dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) No. 3/1987 yang mencabut ijin dan melarang peredaran 57 jenis pestisida. Inpres ini merupakan tonggak awal PHT di Indonesia karena pada 1989 dicanangkan Program Nasional PHT dengan dukungan Program Antar-Negara PHT Padi FAO (dipimpin oleh Peter Kenmore) Program Nasional tersebut ditangani langsung oleh BAPPENAS yang memungkinkan Indonesia menjadi negara berkembang yang dinilai dunia sebagai berhasil menerapkan PHT.

Dengan latar belakang sebagaimana yang telah diuraikan, apakah sebenarnya PHT itu? Menurut Untung (2007), PHT yang dalam peraturan perundang-undangan disebutkan sebagai “pengendalian hama terpadu” sebenarnya adalah “pengelolaan hama terpadu”, dua konsep yang sebenarnya berbeda tetapi saling berkaitan. Dasar ilmiah “pengendalian hama terpadu” dikembangkan oleh para peneliti Universitas Kalifornia di Berkeley dan di Riverside selama kurang lebih 10 tahun sebelum kemudian diadopsi pada sebuah simposium yang disponsori FAO pada 1965. Pada simposium tersebut, “pengendalian hama terpadu” diartikan sebagai pemaduan cara pengendalian kimiawi dan hayati:
... applied pest control which combines and integrates biological and chemical control. Chemical control is used as necessary and in a manner which is least disruptive to biological control. Integrated control may make use of naturally occurring biological control as well as biological control effected by manipulated or induced biotic agents’. (Stern et al. 1959)
Sementara itu, istilah “pengelolaan hama terpadu” diusulkan pertama kali sebenarnya oleh pakar ekologi Australia P.W. Geier dan L.R. Clark pada 1961. Istilah “pengelolaan hama terpadu” tersebut mulai mendapat lebih banyak perhatian di AS sejak publikasi artikel pada Annual Review of Entomology article in 1966, laporan National Academy of Science (NAS) pada 1969, dan prosiding konferensi di North Carolina yang menghadirkan pakar dari Australia tersebut sebagaimana diuraikan antara lain dalam artikel jurnal The origins of Integrated Pest Management concepts for agricultural crops (1975), Integrated pest management: a global reality? (1999), dan The philosophy of Integrated Pest Management (IPM) and how it came about (2015). Istilah “pengendalian hama terpadu” sebagaimana yang sekarang digunakan, digunakan pertama kali pada 1998 oleh M. Kogan. Menurut Kogan (1998), “pengelolaan hama terpadu” merupakan:
... a decision support sistem for the selection and use of pest control tactics, singly or harmoniously coordinated into a management strategy, based on cost/benefit analyses that take into account the interests of and impacts on producers, society, and the environment (Kogan, 1998).
Terdapat banyak sekali definisi mengenai ‘pengelolaan hama terpadu’ dan dipublikasikan oleh Waheed I. Bajwa and Marcos Kogan (2002). Namun demikian, PHT sebenarnya adalah sistem pendukung pengambilan keputusan untuk pemilihan dan penggunaan taktik pengendalian hama. Dalam hal ini hama diartikan dalam pengertian yang luas, mencakup binatang hama, patogen, dan gulma pada hewan, ikan, dan tanaman, bahkan pada fasilitas umum dan lingkungan hidup. Dengan demikian jelas bahwa PHT bukan sekedar pemaduan satu atau lebih cara pengendalian sebagaimana yang didefinisikan dalam UU No. 12 Tahun 1992 tentang Perlindungan Tanaman. Keputusan tidak melakukan pengendalian juga merupakan bagian dari PHT bilamana keputusan diambil sesuai dengan prosedur pelaksanaan PHT.

PHT pada hakekatnya merupakan sebuah paradigma baru (new paradigm) perlindungan tanaman bahwa OPT merupakan bagian tidak terpisahkan dari ekosistem pertanian (agro-ekosistem). Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari agroekosistem (agroecosystem), keberadaan OPT tidak dapat benar-benar dihindarkan melainkan sampai batas-batas tertentu perlu ditoleransi untuk memungkinkan terjaganya proses ekologis jejaring makanan (food web) karena OPT merupakan sumber makanan bagi berbagai jenis organisme lain yang menggunakan OPT sebagai sumber makanannya yang, dalam konteks perlindungan tanaman, dikenal sebagai musuh alami (natural enemies). Penggunaan cara pengendalian untuk membasmi OPT berarti pada saat yang sama juga membasmi musuh alami sehingga proses ekologis menjadi terganggu dan OPT memperoleh kesempatan untuk berkembang biak dan populasinya meningkat. Oleh karena itu, PHT berbeda dengan perlindungan tanaman sebelumnya, tidak dimaksudkan untuk membasmi OPT, kecuali bila memang diperlukan, melainkan untuk menurunkan populasi sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang merugikan. Dengan demikian, PHT tidak dimaksudkan sekedar untuk memaksimalkan produksi pertanian, melainkan juga untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan. Dalam pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), produktivitas, yaitu produksi per satuan luas, perlu dijaga keseimbangannya dengan stabilitas, yaitu fluktuasi produksi, kemerataan, yaitu distribusi produksi dalam masyarakat, dan kemandirian, yaitu kemampuan petani dan masyarakat pada umumnya untuk menggunakan sumberdaya milik sendiri secara efektif dan efisien.

Sebagaimana didefinisikan oleh Kogan (1998), PHT sesungguhnya merupakan sistem dukungan pengambilan keputusan (decision support system, DSS). Yang dimaksud dengan sistem dukungan pengambilan keputusan adalah berbagai cara yang dilakukan untuk menentukan apakah tindakan pengendalian sudah atau belum perlu dilakukan, apa saja yang perlu dipertimbangkan, dan bila perlu dilakukan, tindakan pengendalian apa yang sebaiknya dilakukan dan bagaimana melakukannya. Dengan demikian, pengambilan keputusan sebenarnya merupakan bagian PHT yang paling penting. Bahkan, dapat dikatakan bahwa PHT sesungguhnya adalah perubahan pengambilan keputusan dari pengendalian dengan pestisida secara terjadwal menjadi pengendalian dengan berbagai cara pada waktu yang ditentukan dengan menggunakan pertimbangan tertentu sebagai dasar pengambilan keputusan. Pada pengendalian OPT dengan pestisida secara terjadwal, pengambilan keputusan merupakan sesuatu yang tidak penting sebab pelaksanaan pengendalian telah dijadwalkan. Pengambilan keputusan dalam PHT dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang saling berkaitan dan dengan melalui proses yang kompleks. Sebagaimana dengan PHT sendiri yang berkembang dari “pengendalian hama terpadu” menjadi “pengelolaan hama terpadu”, pengambilan keputusan juga mengalami perkembangan:

Pada awalnya, ketika PHT masih pada tahap “pengendalian hama terpadu”, pengambilan keputusan dilakukan dengan dasar ambang ekonomi (AE, economic threshold level, ETL). AE merupakan padat populasi OPT yang perlu dikendalikan untuk mencegah menjadi semakin meningkat mencapai padat populasi yang dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis (ambang luka ekonomis, ALE, economic injury level, EIL). AE ditetapkan oleh para pakar dengan menggunakan metode tertentu. Petani melakukan pemantauan agroekosistem dan mencocokkan apakah populasi OPT hasil pemantauan telah atau belum mencapai AE. Bila padat populasi hasil pemantauan telah mencapai AE maka tindakan perlindungan tanaman segera harus dilakukan. Sebaliknya bila padat populasi hasil pemantauan masih lebih rendah daripada AE maka tindakan perlindungan tanaman belum perlu dilakukan sampai diperoleh hasil dari pelaksanaan pemantauan agro-ekosistem berikutnya. Pengambilan keputusan berdasarkan AE banyak dikritik karena sebenarnya dilakukan bukan oleh petani sendiri melainkan dengan bantuan pakar untuk terlebih dahulu menetapkan AE. AE dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama kemampuan merusak dari hama yang dikendalikan, biaya pengendalian, dan harga hasil tanaman sehingga dengan demikian AE bersifat dinamik (senantiasa berubah). Bila harus menunggu ditetapkan oleh para pakar maka akan selalu terlambat, tetapi bila harus ditetapkan oleh petani sendiri menjadi terlalu rumit. Oleh karena itu, seiring dengan perkembangan maka pengambilan keputusan dengan menggunakan instrumen AE semakin ditinggalkan dan digantikan dengan dasar pertimbangan yang lebih mudah dapat dilakukan oleh petani sendiri.

Pengambilan keputusan berbasis petani di Indonesia sebenarnya telah dimulai ketika PHT menjadi program nasional dan dilaksanakan melalui sekolah lapang PHT (SL-PHT). Akan tetapi, perubahan tersebut tidak berlangsung dengan serta merta melainkan berlangsung beriringan dengan pengambilan keputusan berdasarkan AE. Semakin lama, setelah semakin banyak petani mengenyam SL-PHT maka pengambilan keputusan berbasis petani semakin dikedepankan dan pengambilan keputusan berdasarkan AE semakin ditinggalkan. Pengambilan keputusan berbasis petani didasarkan atas pemikiran bahwa petani adalah ahli PHT. Pengambilan keputusan berbasis petani tetap mempertimbangkan populasi OPT hasil pemantauan agro-ekosistem, tetapi keputusan tidak diambil dengan mencocokkan padat populasi hasil pemantauan dengan AE, melainkan dengan mempertimbangkan banyak hal yang disepakati bersama oleh anggota kelompok yang mempunyai usahatani di suatu hamparan tertentu. Dengan demikian, pengambilan keputusan berbasis petani dilakukan oleh petani secara bersama-sama, tidak bisa hanya secara individual sebagaimana pada pengambilan keputusan berdasarkan AE. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa permasalahan OPT sesungguhnya adalah permasalahan perubahan keseimbangan ekologis sehingga untuk mengatasinya perlu dilakukan dalam satu wilayah hamparan secara bersama-sama dan dalam waktu bersamaan. Pemantauan agro-ekosistem tetap dilakukan tetapi hasilnya tidak bersifat final sebagaimana pada pengambilan keputusan berdasarkan AE, melainkan dimusyawarahkan untuk memperoleh keputusan bersama dengan mempertimbangkan bahnyak faktor lain, di antaranya pengalaman petani, hasil pemantauan musuh alami, biaya pelaksanaan, nilai hasil usahatani, dan sebagainya. Pengambilan keputusan melalui musyawarah tersebut dilakukan dengan menggunakan berbagai bantuan cara pengambilan keputusan, di antaranya pohon keputusan, yang semuanya telah dipelajari melalui SLPHT. Setelah diputuskan melalui musyawarah maka keputusan mengikat setiap orang yang mempunyai usahatani pada hamparan yang sama untuk melakukannya bersama-sama. Pengambilan keputusan berbasis petani mengharuskan petani mengikat diri dalam organisasi kelompok tani.

Pengambilan keputusan berbasis sistem pakar dilakukan bersama-sama oleh petani dan oleh pihak luar yang mengoperasikan sistem pakar yang digunakan. Pengambilan keputusan berbasis sistem pakar juga tidak hanya didasarkan semata-mata atas populasi OPT, melainkan berdasarkan berbagai faktor yang terlebih dahulu telah dipelajari secara mendalam dan diketahui mempengaruhi terjadinya ledakan OPT. Dengan demikian, pemantauan agro-ekosistem dalam pengambilan keputusan berbasis sistem pakar tidak hanya dilakukan terhadap OPT dan musuh alaminya, tetapi juga terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan OPT dan musuh alaminya. Faktor lingkungan yang lazim dipertimbangkan adalah kultivar tanaman, fase pertumbuhan tanaman, keadaan agroklimat, dan sebagainya. Pemantauan dapat dilakukan dengan melibatkan petani secara langsung maupun tidak langsung dan melaporkan hasilnya kepada sistem pakar untuk diproses secara terkomputerisasi. Hasil pemrosesan terkomputerisasi tersebut dikembalikan kepada petani untuk mengambil keputusan akhir pelaksanaannya. Di negara-negara maju, pelaporan hasil pemantauan kepada sistem pakar dan penyampaian hasil permosesan sistem pakar kepada petani dilakukan dengan dukungan internet, tetapi hal ini belum memungkinkan di negara-negara sedang berkembang. Terlepas dari kemajuan yang telah dicapai, masih belum dapat dipastikan apakah pengambilan keputusan berbasis sistem pakar akan diterima secara luas.

Pengambilan keputusan dilakukan terhadap berbagai hal, di antaranya cara pengendalian yang diterapkan, saat melakukan tindakan, cara pelaksanaan, dan sebagainya. Cara pengendalian dapat berupa cara mekanik, cara fisik, cara kimiawi, cara hayati, cara genetik, cara budidaya, dan cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di antara cara-cara tersebut ditentukan satu atau beberapa cara untuk diterapkan secara bersamaan. Dalam pemilihan cara-cara tersebut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, cara kimiawi harus dipilih sebagai alternatif terakhir. Pemilihan sebagai alternatif terakhir tidak berarti bahwa setiap cara lain terlebih dahulu dicoba, melainkan dipertimbangkan masak-masak dan setelah melalui pertimbangan tersebut maka apabila tidak ada cara lain yang dipandang efektif barulah dapat digunakan cara kimiawi. Setelah cara pengendalian ditetapkan maka pelaksanaan pengendalian dilakukan sesuai dengan keputusan mengenai waktu pelaksanaan, apakah saat ini juga atau perlu menunggu beberapa waktu kemudian. Cara pelaksanaan bergantung pada dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan, apakah keputusan diambil berdasarkan AE, berdasarkan keputusan petani, atau berdasarkan sistem pakar. Pada pengambilan keputusan berdasarkan AE, pelaksanaan dapat dilakukan secara perseorangan atau secara berkelompok (bila penetapan AE dilakukan secara berkelompok), sedangkan pada pengambilan keputusan berdasarkan keputusan petani atau berdasarkan sistem pakar, pelaksanaan harus dilakukan secara berkelompok.

Dalam sejarah penerapannya, PHT berkembang setidak-tidaknya dalam tiga fase penting:
  • PHT ambang ekonomi (PHT-AE, ETL-based IPM), yaitu fase PHT sebagai “pengendalian hama terpadu” yang pengambilan keputusannya dilakukan untuk menentukan apakah aplikasi pestisida perlu dilakukan atau belum dengan membandingkan padat populasi OPT hasil pemantauan dengan AE.
  • PHT sekolah lapang (PHT-SL, field-school IPM), yaitu fase PHT yang diorganisasikan oleh pihak luar (pemerintah, LSM) dengan pengambilan keputusan yang dilakukan berbasis keputusan oleh petani sendiri yang telah “diberdayakan” untuk melakukan pengambilan keputusan melalui sekolah lapang.
  • PHT masyarakat (PHT komunitas, community IPM), yaitu fase PHT yang berkembang melalui penyadaran masyarakat untuk mampu mengorganisasikan diri dalam melaksanakan PHT. Penyadaran mula-mula dapat dilakukan oleh pihak luar tetapi segala sesuatu yang berkaitan dengan perlindungan tanaman selanjutnya dilakukan oleh masyarakat sendiri. Howard et al. (2019) menyatakan "pest management is a community problem, which requires collective action in order to achieve best results across the landscape; and collective action requires people to work together to develop a shared vision and commitment, to the problem and to each other, in order for that action to be sustained over time, in response to the persistent nature of pest species." (p. 11 dan 27).
Pada dua fase perkembangan PHT yang terakhir (fase 2 dan fase 3), pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan berbasis pada pengambilan keputusan oleh petani maupun pengambilan keputusan berbasis sistem pakar. Perkembangan fase-fase PHT tersebut sekaligus merefleksikan berbagai kekurangan PHT yang senantiasa terus disempurnakan seiring dengan perkembangan. 

Paradigma baru perlindungan tanaman tersebut adalah ketahanan hayati (biosecurity). Pada dasarnya, perlindungan tanaman perlu dipahami pada tiga tataran, yaitu tataran konsep, tatanan struktur, dan tatanan prosedur. Pada tataran konsep, menurut Koblentz (2010), konsep ketahanan hayati berkembang melalui tahap sebagai berikut:
  1. Pada awalnya ketahanan hayati dipandang sebagai pendekatan yang dirancang untuk mencegah atau mengurangi penyebaran hama, penyakit, dan gulma pada sektor pertanian, yang kemudian diperluas untuk mencakup ancaman yang ditimbulkan oleh organisme berbahaya terhadap perekonomian dan lingkungan hidup sebagai tercermin dalam definisi FAO (2007) mengenai ketahanan hayati sebagai "pendekatan strategis dan terpadu yang mencakup kerangka kebijakan dan perundang-undangan (termasuk sarana dan prasarana maupun kegiatan) untuk menilai, mengelola, dan mengkomunikasikan risiko yang relevan terhadap manusia, kehidupan dan kesehatan hewan dan tumbuhan, serta risiko yang berkaitan dengan lingkungan hidup".
  2. Berikutnya ketahanan hayati dipandang pendekatan untuk mengadapi terorisme sebagai perlindungan agen mikrobial berbahaya yang dikenal sebagai agen terpilih (select agents) dari hilang, dicuri, atau disalahgunakan.
  3. Pada perkembangan selanjutnya, ketahanan hayati dipandang dalam kaitan dengan karakteristik pisau bermata ganda dari penelitian biomolekuler yang dalam kaitan ini ketahanan hayati dimaknai sebagai pengawasan terhadap penelitian guna ganda (dual-use research), yaitu penelitian hayati dengan tujuan ilmiah yang jelas tetapi dapat disalahgunakan untuk menimbulkan ancaman hayati terhadap kesehatan masyarakat dan/atau ketahanan nasional.
  4. Pada akhirnya, ketahanan hayati dipandang sebagai pendekatan komprehensif sebagai ketahanan terhadap penggunaan secara tidak terencana, tidak sesuai dengan ketentuan, atau secara salah yang disengaja (penyalahgunaan) agen hayati berpotensi bahaya atau teknologi, termasuk pengembangan, produksi, penimbunan, atau penggunaan senjata hayati dan ledakan hama dan penyakit baru.
Dalam kaitan dengan pertanian, konsep yang paling umum digunakan adalah konsep ketahanan hayati menurut FAO (2007). Dalam konsep ketahanan hayati menurut FAO (2007) tersebut, ketahanan hayati mencakup keamanan pangan, zoonosis, introduksi hama dan penyakit hewan dan tumbuhan, introduksi dan pelepasan organisme hidup termodifikasi (living modified organisms, LMOs) berikut produknya (misalnya organisme termodifikasi secara genetik atau genetically modified organisms, GMOs), serta introduksi dan pengelolaan spesies asing invasif (invasive alien species, IAS). Dengan demikian ketahanan hayati merupakan konsep yang secara langsung relevan dengan keberlanjutan pertanian, dan berbagai aspek kesehatan masyarakat dan perlindungan lingkungan, termasuk keanekaragaman hayati. Konsep ketahanan hayati menurut FAO (2007) menyiratkan:
  1. Perlindungan dilakukan terhadap kehidupan dan kesehatan mahluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan
  2. Perlindungan dilakukan dengan mengedepankan kerangka kebijakan dan perundang-undangan, bukan hanya kerangka teknis
  3. Perlindungan diintegrasikan dengan menggunakan risiko sebagai konsep pemersatu antar berbagai sektor pembangunan
Pada tatanan struktur, ketahanan hayati berkaitan dengan pemaduannya ke dalam berbagai sektor pembangunan dan kelembagaan yang menangani berbagai sektor pembangunan. Untuk tujuan tersebut diperkenalkan konsep bahaya (hazard) dan risiko (risk) yang didefinisikan sebagai berikut:
  1. Bahaya, sebagai agen berbahaya yang didefinisikan berbeda-beda antar sektor pembangunan
  2. Risiko, sebagai fungsi peluang timbulnya bahaya yang merugikan terhadap kesehatan dan kehidupan dalam rona ketahanan hayati tertentu dan keparahan pengaruh yang ditimbulkan
Bahaya didefinisikan oleh lembaga internasional yang mengatur sektor yang bersangkutan sebagai berikut:
  1. Keamanan pangan, sebagai agen hayati, kemiawi, atau fisik dalam, atau kondisi dari, pangan yang berpotensi menimbulkan menimbulkan pengaruh buruk terhadap kesehatan (The Codex Alimentarius Commission, CAC)
  2. Zoonosis, sebagai agen hayati yang dapat menyebar secara alami antar satwa liar, ternak, dan manusia (World Organisation for Animal Health, OIE)
  3. Animal health, sebagai agen patogenik yang dapat menimbulkan konsekuensi buruk terhadap importasi komoditas peternakan (World Organisation for Animal Health, OIE) 
  4. Kesehatan tanaman, sebagai segala spesies, strain, atau biotipe tumbuhan, hewan, atau agen patogenik yang berbahaya terhadap tumbuhan atau produk tumbuhan. Dalam konteks ini IPPC tidak menggunakan istilah bahaya, melainkan menggunakan istilah hama dalam arti luas (International Plant Protection Convention, IPPC)
  5. Kesehatan tanaman karatina, sebagai hama dalam arti luas yang mempunyai potensi bahaya tinggi terhadap perekonomian suatu kawasan, baik hama yang belum terdapat maupun yang sudah terdapat di kawasan yang bersangkutan tetapi masih belum tersebar luas dan secara resmi masihdinyatakan dalam keadaan terkendalikan  (International Plant Protection Convention, IPPC)
  6. “Keamanan hayati” dalam kaitan dengan tumbuhan dan hewan, sebagai organisme hidup termodifikasi yang memiliki kombinasi genetik baru yang diperoleh melalui penggunaan teknologi modern yang sangat mungkin dapat berdampak buruk terhadap pelestarian dan penggunaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan, termasuk bahaya lanjutan yang dapat timbul terhadap kesehatan manusia (Cartagena Protocol on Biosafety)
  7. “Keamanan hayati” dalam kaitan dengan pangan, sebagai organisme rekombinan DNA yang mempengaruhi secara langsung atau tersisa dalam pangan yang dapat menimbulkan bahaya terhadap kesehatan manusia (Cartagena Protocol on Biosafety
  8. Spesies asing invasif, sebagai spesies invasif di luar distribusi alaminya di masa lalu maupun pada saat ini yang introduksi dan/atau penyebarannya berpotensi mengancam keanekaragaman hayati (Convention on Biological Diversity, CBD)
Risiko, dengan demikian, menyangkut dua aspek bahaya, yaitu: (1) peluang terjadinya dan (2) keparahan dampak yang ditimbulkannya. Dalam konteks perlindungan tanaman, pengertian bahaya disamakan dengan pengertian hama dalam arti luas atau OPT.

Pada tatanan prosedur, ketahanan hayati berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan, perlindungan kehidupan dan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan serta perlindungan lingkungan melalui langkah-langkah analisis risiko hama (pest risk analysis, PRA, di Indonesia disebut Analisis Risiko Organisme Pengganggu Tumbuhan, disingkat AROPT) yang mencakup:
  1. Penilaian risiko (risk assessment), merupakan proses ilmiah yang dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya, mengkarakterisasi dampak buruk yang ditimbulkannya terhadap kesehatan, mengevaluasi taraf paparan penduduk atau populasi hewan/tumbuhan terhadap bahaya tersebut, dan mengestimasi risiko. Hasil penilaian risiko adalah profil risiko yang merupakan deskripsi mengenai konteks dan potensi risiko yang berkaitan dengan isue ketahanan hayati tertentu yang diperlukan untuk mengambil suatu tindakan.
  2. Pengelolaan risiko (risk management), yang merupakan langkah-langkah yang harus diambil oleh pihak yang berkompeten dalam mempertimbangkan hasil penilaian risiko, menentukan kebijakan alternatif dengan mempertimbangkan pandangan para pemangku kepentingan terhadap perlindungan kesehatan yang dimungkinkan, dan menentukan tindakan pengendalian yang diperlukan.  
  3. Komunikasi risiko (risk communication). merupakan pertukaran interaktif informasi dan opini mengenai risiko, isu-isu pengelolaan risiko, dan persepsi masyarakat terhadap risiko.
Penilaian risiko semula dilakukan dengan langkah-langkah yang berbeda antar kelembagaan/konvensi yang berkaitan dengan kehidupan dan kesehatan mahluk hidup. Melalui ketahanan hayati langkah-langkah penilaian risiko tersebut distandardisasi sebagaimana disajikan pada Tabel 1.


Demikian juga dengan pengelolaan risiko, yang semula dilakukan dengan langkah-langkah yang berbeda antar kelembagaan/konvensi yang berkaitan dengan kehidupan dan kesehatan mahluk hidup, melalui ketahanan hayati distandardisasi sebagaimana disajikan pada Tabel 2.


Komunikasi risiko sebelumnya tidak merupakan ketentuan sehingga merupakan sesuatu yang baru yang ditetapkan dalam ketahanan hayati. Langkah-langkah komunikasi dalam situasi darurat perlu disesuaikan dari langkah-langkah pada situasi normal. Langkah-langkah komunikasi risiko yang ditempuh pada situasi normal terdiri atas pembentukan tim komunikasi risiko, penentuan kebutuhan konunikasi risiko, identifikasi pemangku kepentingan yang relevan, penentuan pesan kunci, pendekatan dengan pemangku kepentingan yang relevan, penyiapan dan penggunaan sumber informasi yang dapat dipercaya, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan dan hasil komunikasi risiko. Pada keadaan darurat, langkah-langkah komunikasi risiko perlu disesuaikan pada saat keadaan darurat baru mulai, keadaan darurat diperpanjang, dan keadaan darurat diturunkan.

Penilaian, pengelolaan, dan komunikasi risiko dalam ketahanan hayati dilakukan melintasi batas-batas agroekosistem, bahkan batas-batas kabupaten, provinsi, dan negara. Dalam hal ini, ketahanan hayati menggunakan pendekatan pra-batas, batas, dan pasca-batas. Pada pendekatan pra-batas, penilaian, pengelolaan, dan komunikasi risiko dilakukan melalui kerjasama dengan pihak luar yang terkait. Pada pendekatan batas, penilaian, pengelolaan, dan komunikasi risiko dilakukan melalui karantina. Pada pendekatan pasca-batas, penilaian, pengelolaan, dan komunikasi risiko dilakukan di dalam wilayah negara, provinsi, kabupaten/kota, dan bahkan agro-ekosistem. Dalam konteks pasca-batas ini, PHT tetap merupakan sistem yang relevan.

Sebagaimana telah diuraikan, penggunaan risiko sebagai pemersatu sektor dalam ketahanan hayati dilakukan dengan mengedepankan kerangka kebijakan dan perundang-undangan, bukan hanya kerangka teknis. Kerangka kebijakan antara lain tampak dari adanya standardisasi langkah-langkah, sedangkan kerangka perundang-undangan tampak dari kelembagaan/konvensi yang digunakan sebagai payung. Dengan melalui kerangka kebijakan dan kerangka perundang-undangan tersebut, ketahanan hayati memperluas cakupan perlindungan menjadi perlindungan terhadap kehidupan dan kesehatan mahluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan kerangka demikian, ditinjau dari aspek perlindungan tanaman, ketahanan hayati merupakan paradigma baru dalam perkembangan paradigma perlindungan tanaman dengan perubahan sebagai berikut:
  1. Paradigma beragam cara secara tidak terpadu
  2. Paradigma pestisida sebagai pamungkas
  3. Paradigma PHT yang berkembang dari PHT-AE, PHT-SL, sampai PHT masyarakat
  4. Paradigma ketahanan hayati
4.1.1.2. Membaca Pustaka Daring
Silahkan mengklik setiap tautan yang diberikan pada materi kuliah ini dan mengunduh pustaka yang disediakan dari halaman Pustaka Daring dan tautan (link) yang disediakan pada setiap materi kuliah lalu membaca bagian dari pustaka yang berkaitan dengan materi kuliah ini. Mahasiswa wajib menyampaikan judul dan isi buku/bab buku/situs yang telah dibaca terkait dengan materi kuliah ini melalui Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas.

4.1.2. MENGERJAKAN TUGAS KULIAH

2.3.2.1. Mendiskusikan dengan Cara Menyampaikan dan/atau Menanggapi Komentar
Setelah membaca materi kuliah, silahkan buat minimal satu pertanyaan dan atau komentar mengenai materi kuliah. Buat pertanyaan secara langsung tanpa perlu didahului dengan selamat pagi, selamat siang, dsb., sebab belum tentu akan dibaca pada jam sesuai dengan ucapan selamat yang diberikan. Ketik pertanyaan atau komentar secara singkat tetapi jelas, misalnya "Mohon menjelaskan apakah memperoleh pengetahuan dengan menggunakan pendekatan ilmiah mempunyai kelebihan dan kelemahan". Pertanyaan dan/atau komentar diharapkan ditanggapi oleh mahasiswa lainnya dan setiap mahasiswa wajib menanggapi minimal satu pertanyaan dan/atau komentar yang disampaikan oleh mahasiswa lainnya. Pertanyaan dan/atau komentar maupun tanggapannya disampaikan paling lambat pada Kamis, 30 Maret 2023 pukul 24.00 WITA dengan cara menjawab pertanyaan pada laporan melaksanakan kuliah.

2.3.2.2. Mendiskusikan dengan Cara Membagikan Materi Kuliah
Setelah membaca materi kuliah, silahkan bagikan materi kuliah melalui media sosial yang dimiliki disertai dengan mencantumkan status tertentu, misalnya "Saya sekarang sudah tahu bahwa ternyata pengetahuan terdiri atas beberapa macam ... dst." Untuk membagikan lauar klik tombol Beranda dan kemudian klik tombol pembagian memalui media sosial dengan mengklik tombol media sosial yang tertera di sebelah kanan judul materi kuliah. Jika media sosial yang dimiliki tidak tersedia dalam ikon yang ditampilkan, klik ikon paling kanan untuk membuka ikon media sosial lainnya. Materi kuliah dibagikan paling lambat pada Kamis, 30 Maret 2023 pukul 24.00 WITA dengan cara menjawab pertanyaan pada laporan melaksanakan kuliah.

4.1.2.3. Mengerjakan Projek Kuliah
Dosen pengampu membagi seluruh mahasiswa dalam kelompok yang masing-masing terdiri atas makksimum 3 orang mahasiswa dan kemudian mengundi setiap kelompok untuk mencari lahan usahatani terdekat sebagai berikut:
1) Usahatani tanaman padi sawah
2) Usahatani tanaman jagung
3) Usahatani tanaman aneka sayur
4) Usahatani tanaman aneka buah
5) Usahatani aneka tanaman pekarangan
Pada setiap usahatani, kelompok melakukan pengamatan dan wawancara mengenai hal-hal sebagai berikut:
  1. Keadaan usahatani, menentukan koordinat geografik lokasi usahatani dengan menggunakan aplikasi GPS Data serta melakukan pengamatan untuk menentukan OPT golongan hewan, patogen, dan gulma apa yang dominan terdapat pada lahan usahatani
  2. Penerapan PHT, menanyakan kepada petani apakah tergabung dalam kelompok, apakah pernah mendapat informasi dari penyuluh pertanian atau petugas pengamat OPT (PPOPT) mengenai PHT, apakah pernah mencari informasi mengenai PHT, dan apakah pernah melakukan pengamatan OPT secara kelompok.
  3. Masalah ketahanan hayati, mengamati apakah lahan usahatani mempunyai pagar keliling dan pintu yang dapat ditutup serta menanyakan kepada petani apakah pembeli dan orang pada umumnya boleh masuk ke dalam lahan usahatani dan apakah melakukan pengendalian OPT setiap kali melakukan kegiatan budidaya tanaman lalu mendiskusikan dalam kelompok mengenai bahaya dan risiko ketahanan hayati yang dihadapi usahatani.
Catat hasil pengamatan dan wawancara untuk disampaikan sebagai bagian dari Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas materi kuliah ini.

4.1.3. ADMINISTRASI MELAKSANAKAN KULIAH

Untuk membuktikan telah melaksanakan perkuliahan daring materi kuliah ini, Anda wajib mengakses, menandatangani presensi, dan mengumpulkan tugas di situs SIADIKNONA. Sebagai cadangan, silahkan juga menandatangani daftar hadir dan memasukkan laporan melaksanakan kuliah dan mengerjakan tugas dengan mengklik tautan berikut ini: 
  1. Menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah selambat-lambatnya pada Sabtu, 25 Maret 2023 pukul 24.00 WITA dan setelah menandatangani, silahkan periksa untuk memastikkan telah menandatangani daftar hadir; dan
  2. Memasukkan Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas selambat-lambatnya pada Kamis, 30 Maret 2023 pukul 24.00 WITA dan setelah menandatangani, silahkan periksa untuk memastikan bahwa laporan sudah masuk.
Mahasiswa yang tidak mengisi dan memasukkan Daftar Hadir Melaksanakan Perkuliahan Daring dan Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas akan ditetapkan sebagai tidak melaksanakan kuliah.

**********
Hak cipta blog pada: I Wayan Mudita
Diterbitkan: 28 Maret 2019

Creative Commons License
Hak cipta selurun tulisan pada blog ini dilindungi berdasarkan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported License. Silahkan mengutip tulisan dengan merujuk sesuai dengan ketentuan perujukan akademik.

223 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. Apa saja faktor penyebab terjadinya ledakan hama wereng pada tanaman

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya ingin menanggapi pertanyaan dari Deskrysiayani

      Faktor ledakan hama wereng adalah
      1.jarak tanaman
      2.pemakain pestisida yang tidak terkendali
      3.penanaman tidak serempak

      Hapus
  3. Bagaimana cara mengantasi Varietas unggul berdaya hasil tinggi rentan terhadap wereng cokelat dan tungro ?

    BalasHapus
  4. Apakah SL-PHT sudah dikembangkan di daerah-daerah pertanian di indonesia ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudah dilaksanakan pada era Orde Baru tapi kini tidak lagi mendapat perhatian pemerintah.

      Hapus
  5. Apakah ada faktor lain yang mendorong terjadinya ledakan wereng coklat?

    BalasHapus
  6. jika pada lahan pertanian terjadi penggunaan pestisida yang berlebiah
    Apakah akan terjadi pengurangan kapasitas OPT yang di kendalikan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apa yang Anda maksudkan dengan "pengurangan kapasitas OPT yang dikendalikan"?

      Hapus
  7. Apakah ada faktor lain yang mendorong terjadinya ledakan wereng coklat?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena terjadinya penanaman padi yang terus menerus tanpa jeda penggunaan insektisida dan penggunaan pupuk yang tidak seimbang

      Hapus
  8. Bagaimanakah penanggulangan yang tepat terhadap penggunaan atau pemakaian pestisida yang terlalu berlebihan pada tanaman

    BalasHapus
    Balasan
    1. Meningkatkan pengawasan oleh pemerintah, LSM, dan masyarakat, termasuk oleh mahasiswa. Apakah sudah pernah memberitahu petani bahwa penggunaan pestisida secara berlebihan sangat berbahaya?

      Hapus
  9. Bagaimanakah cara memaksimalkan peningkatan PHT pertanian?

    BalasHapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  11. Apakah populasi OPT akan berkurang dengan dikeluarkannya konsep penanggulangan hama terpadu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau hanya dikeluarkan konsep tentu saja tidak akan mengurangi populasi OPT. Populasi OPT baru berkurang kalau konsep PHT diterapkan seperti ketika pada era Orde Baru dahulu. Sekarang konsep PHT masih ada, tetapi karena tidak diterapkan, populasi OPT tetap bisa meningkat.

      Hapus
  12. Apakah populasi OPT akan bekurang dengan dikeluarkanya konsep penanggulangan hama terpadu

    BalasHapus
  13. Bagaimana pengambilan keputusan yang dilakukan agar pengambilan keputusan oleh petani maupun keputusan berbasis sistem pakar berjalan baik?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengambilan keputusan oleh petani dilakukan dalam penerapan PHT-SL, pengambilan keputusan berdasarkan sistem pakar dilakukan dalam penerapan PHT-AE. Masing-masing diterapkan pada fase perkembangan PHT yang berbeda.

      Hapus
  14. Apakah konsep SLPHT di Indonesia sudah berjalan dengan baik atau belum, dan apa faktor penyebabnya ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baca ulang materi kuliah ini sampai benar-benar mengerti sebelum menyampaikan pertanyaan. PHT berjalan baik pada era Orde Baru karena dukungan politik yang kuat dari pemerintah ketika itu. Tetapi kini tidak berjalan karena pedagang benih dan pestisida dibiarkan masuk sampai ke pelosok-pelosok.

      Hapus
  15. Jelaskan beberapa prinsip dasar sehingga Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) bisa berkembang!

    BalasHapus
  16. Mengapa ledakan wereng cokelat terjadi lambat pada saat menjelang panen?

    BalasHapus
  17. Mengapa Pengambilan keputusan berbasis sistem pakar harus dilakukan bersama-sama petani dan pihak luar?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena sistem pakar tidak mungkin dapat dibuat sendiri oleh petani.

      Hapus
  18. Berikan salah satu contoh dari OPT hama terpadu

    BalasHapus
  19. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  20. Apakah ada faktor lain PHT yang dapat mempengaruhi pertumbuhannya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. PHT bukan mahluk hidup sehingga tidak tumbuh. Untuk berkembang, PHT memerlukan dukungan politik pemerintah.

      Hapus
  21. Selain merugikan apakah hama ada manfaat untuk tumbuhan dan tanah??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Fungsi atau manfaat dari tanah bagi tanaman yang pertama adalah tanah sebagai tempat tumbuh dan tembat berkembangnya perakaran. Dalam fungsi ini, tanah yang mempunyai dua peranan utama, yakni sebagai penyokong tegak tumbuhnya trubus atau bagian atas tanaman, dan sebagai penyerap zat- zat yang dibutuhkan oleh tanaman.

      Hapus
  22. Bagaimana cara alami mengatasi ledakan OPT ?

    BalasHapus
  23. Balasan
    1. Maaf, seharusnya Anda yang menjelaskan karena sudah saya sampaikan mulai dari materi pertama sampai pada materi ini.

      Hapus
  24. Solusi apakah yang dilakukan jika OPT resisten terhadap pestisida sehingga menimbulkan ledakan populasi OPT itu sendiri?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ganti tanaman dengan varietas lain dan terapkan PHT untuk mengurangi penggunaan pestisida.

      Hapus
  25. Apakah dengan Adanya PHT di Indonesia dapat mengurangi ledakan wereng cokelat pada tanaman?

    BalasHapus
  26. Bagaimana cara memusnakan OPT sasaran tanpa memusnakan atau menghilangkan musuh alami dari OPT Sasaran?

    BalasHapus
    Balasan
    1. OPT tidak bisa dimusnahkan sebab jika OPT musnah maka musuh alami tidak memperoleh makanan. OPT perlu diturunkan populasinya dengan menerapkan PHT untuk mengurangi penggunaan pestisida yang selain membunuh OPT juga bisa membunuh musuh alami. Dalam menggunakan pestisida, pilih pestisida berspektrum sempit yang membunuh hanya OPT sasaran dan serangga sekerabat lainnya.

      Hapus
  27. Bagaimana cara mengatasi ledakan wereng cokelat pada tanaman?

    BalasHapus
  28. Faktor apa yang membuat sehingah PHT pada masa orde baru lebih di upayakan untuk keberhasilan pelaksanaannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Faktor politis agar pemerintah dapat mewujudkan swasembada pangan.

      Hapus
  29. Pestisida merupakan bahan kimia yang sampai saat ini masih memiliki peranan dalam pengendalian hama. Jelaskan peranan tersebut!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pestisida kimiawi tetap diperlukan dalam PHT karena hanya pestisida kimiawi yang dapat menurunkan populasi OPT bila terjadi ledakan populasi.

      Hapus
  30. Mengapa ketahanan VUTW (Varietas Unggul Tahan Wereng) selalu dipatahkan setiap kali dihasilkan varietas baru dalam waktu tidak terlalu lama pada saat munculnya wereng coklat biotipe baru?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena VUTW unggul hanya dalam hal produksi dan tahan hanya terhadap biotipe wereng cokelat tertentu saja. Pada saat muncul biotipe baru maka VUTW tersebut tidak tahan lagi.

      Hapus
  31. Apakah penggunaan pestisida secara berlebihan dapat mendorong terjadinya ledakan populasi wereng..

    BalasHapus
  32. Bagaimana cara didefinisikan dalam uu no.12 tahun 1992 tentang perlindungan tanaman
    Trima kasih pak

    BalasHapus
  33. bagaimana cara mengatasi penggunaan pestisida bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup?

    BalasHapus
  34. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  35. Bagaimana cara didefinisikan dalam uu no.12 tahun 1992 tentang perlindungan tanaman

    BalasHapus
  36. Apakah SLPHT sdh banyak diterapkan didaerah daerah di indonesia ?

    BalasHapus
  37. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  38. Apakah SLPHT sdh banyak diterapkan didaerah daerah di indonesia ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya belum.

      Karena kurangnya kepeduliannya pemerintah terhadap daerah2 terpencil.
      Mungkin mereka menerapkan SLPHT hanya didaerah2 tertentu saja.
      Yang mungkin cepat dijangkau.

      Trimakasih

      Hapus
  39. Apa yang di maksud dengan metode dan teknik pengendalian hama yang secara lebih efektif ?

    BalasHapus
  40. Mengapa PHT di indonesia dilatarbelakangi oleh ledakan wereng cokelat yang terjadi secara berulang sehingga dapat mengancam ketahan pangan?

    BalasHapus
  41. Mengapa pengunaan pestisida dapat meningkatkan yang bukan sasaran dari proses penagulanggan hama sebenarnya?

    BalasHapus
  42. Apakah dengan mengunakan pestisida secara berlebihan hanya dapat munculnya OPT wereng cokelat saja atau masih ada OPT yang lain

    BalasHapus
  43. Factor apa saja yang dilakukan dalam pemantauan agroekosistem?

    BalasHapus
  44. Faktor apa yang mendorong tetjadinya resurgensi OPT sasaran

    BalasHapus
  45. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya resurgensi OPT sasaran

    BalasHapus
  46. Apakah manfaat yang diperoleh dari penggunaan konsep PHT

    BalasHapus
  47. Apakah ada bahaya yang diperoleh dari konsep penanggulangan hama terpadu?

    BalasHapus
  48. Bagaimanakah cara mengatasi hama yang mengalami kekebalan akibat kelebihan pestisida yang digunakan?

    BalasHapus
  49. Apakah dalam penggunaan varietas uggul serta pupuk kimia dan pestisida secara berlebihan tidak terpengaruh pada tanaman ?

    BalasHapus
  50. Faktor apa yang mendorong terjadi resurgensi OPT sasaran

    BalasHapus
  51. apa yang menebabkan sehinga boom and bust bisa berkaitan dengan pengunaan pestisida

    BalasHapus
  52. Apakah penggunaan pestisida secara berlebihan dapat mendorong terjadinya ledakan populasi wereng?

    BalasHapus
  53. Syalom slamat pagi pak,sebelumnya say mau bertanya..
    Apa yang menjadi faktor utama dalam mengendalikan pengambilan keputusan untuk pengelolaan hama terpadu di indonesia??
    Terima kasih pak...

    BalasHapus
  54. ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
    Promo Fans**poker saat ini :
    - Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
    - Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
    - Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
    Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^

    BalasHapus
  55. Apa kerugian dari ledakan wereng cokelat!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terjadinya ledakan wereng coklat yang merupakan penyakit tungro dan munculnya wereng coklat biotipe baru

      Hapus
  56. Mengapa populasi hama tanaman dipertanaman selalu dianggap merugikan?

    BalasHapus
  57. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  58. Bagaimanakah perkembangan PHT di indonesia sudah mengalami perubahan terhadap tanaman pertanian?

    BalasHapus
  59. Apa perbedaan pengelolaan hama terpadu dan pengendlian hama terpadu

    BalasHapus
  60. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  61. Dengan adanya PHT pertanian di Indonesia, apakah jumlah produksi pada pertanian mengalami peningkatan ?

    BalasHapus
  62. Bagaimana cara mengambil keputusan pada pengendalian hama terpadu secara bertahap

    BalasHapus
  63. Bagaimana cara mengambil keputusan pada pengendalian hama terpadu secara bertahap

    BalasHapus
  64. Apakah ada factor-factor lain yang mendorong terjanya ledakan woreng coklat?

    BalasHapus
  65. Keputusan-keputusan apa yang berbasis sistem pakar dan berbasis pada pengambilan keputusan oleh petani?

    BalasHapus
    Balasan
    1. AE berbasis sistem pakar, pengambilan keputusan melalui sekolah lapang berbasis pada petani.

      Hapus
  66. Apakah ambang ekonomi benar2 tdk diterapkan lagi?
    ataukah hanya sumber kebijakan yang berubah?
    sebab sekalipun dengan adanya sekolah lapangan bagi petani mereka masih melakukan keputusan berdasarkan ambang ekonomi.
    mohon penjelasannya🙏

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dalam sekolah lapang, pengambilan keputusan masih bisa dilakukan dengan berbasis AE. Tapi AE dalam sekolah lapang disepakati bersama oleh seluruh petani yang tergabung dalam sekolah lapang.

      Hapus
  67. Dalam materi tersebut telah dijelaskan bahwa dalam PHT dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang saling berkaitan dengan melalui proses yang kompleks.
    Faktor apa sajakah yang saling berkaitan dalam pengambilan keputusan tersebut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jawabannya Terdapat Pada Materi Di Atas Coba Teman baca dengan lebih baik dan teliti lagi karena diatas sudah terdapat faktor yang perlu dipertimbangkan dan juga teman dapat mengetahui keterkaitannya satu dengan yang lainnya . Terima Kasih

      Hapus
  68. 1. Bagaimana cara pengendalian penyakit tugoro yang disebabkan oleh vektor virus
    2.jika penggunaan pestisida semakin banyak akan menyebakan terjadinya ledakan wereng?

    BalasHapus
  69. Hal-hal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan?

    BalasHapus
  70. Seperti yang telah dijelaskan mengenai PHT sekolah lapang, apakah di NTT ada organisani atau lembaga besar yang menjalankan sekolah lapang? dan sekolah lapang itu sendiri ditujukan untuk satu petanj khusus saja atau untuk kelompok-kelompok tani?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Namanya sekolah, tentu saja untuk beberapa petani sekaligus, biasanya untuk satu atau beberapa kelompok tani. Tidak ada sekolah hanya untuk satu orang murid, bukan? Seperti di daerah lainnya, dahulu di NTT juga ada sekolah lapang PHT. Kini, karena PHT tidak lagi menjadi perhatian pemerintah, perlu dicek lagi di lapangan, apakah PHT masih ada atau tidak

      Hapus
  71. Mengapa Masyarakat Masih Ingin Menggunakan Pestisida walaupun sudah timbul kekhawatiran akan dampak dan bahaya pestisida sendiri bagi kesehatan manusia dan juga lingkungan hidup ? Dan adakah hal lain yang dapat dilakukan selain menggunakan pestisida?

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut saya , petani sudah sangat bergantung pada pestisida , dan petani tidak lagi memikirkan dampak dari penggunaan pestisida tersebut..petanjblebih mengutamakan hasil pertanian yang meningkat pendapatan.selain itu
      “Pemakaian pestisida jga didukung oleh faktor lain misalnya Karena kondisi lahan memang tidak memungkinan proses pembudidayaan tanpa penggunaan pestisida.

      Ada cara lain selain menggunakan pestisida yaitu dengan menggunakan pupu organik .bisa berupa pupuk cair maupun noncair.
      adapun penggunaaan pestisida namun penggunaan sesuai dengan takaran yang dianjurkan dan penggunaan pestisida yang rama lingkungan

      Hapus
    2. menurut saya , petani sudah sangat bergantung pada pestisida , dan petani tidak lagi memikirkan dampak dari penggunaan pestisida tersebut..petanjblebih mengutamakan hasil pertanian yang meningkat pendapatan.selain itu
      “Pemakaian pestisida jga didukung oleh faktor lain misalnya Karena kondisi lahan memang tidak memungkinan proses pembudidayaan tanpa penggunaan pestisida.

      Ada cara lain selain menggunakan pestisida yaitu dengan menggunakan pupu organik .bisa berupa pupuk cair maupun noncair.
      adapun penggunaaan pestisida namun penggunaan sesuai dengan takaran yang dianjurkan dan penggunaan pestisida yang rama lingkungan

      Hapus
    3. (1) Penggunaan pestisida dapat memberikan hasil yang cepat, sedangkan dengan sarana lain memberikan hasil yang lebih lambat. (2) Petani kurang memahami dampak negatif pestisida terhadap kesehatan dan lingkungan dan pemerintah kurang memberikan informasi mengenai dampak negatif tersebut. (3) Perusahaan pestisida menurunkan sales sampai ke desa-desa untuk membujuk petani menggunakan produk mereka. (4) Konsumen lebih takut mengkonsumsi ulat dibandingkan dengan mengkonsumsi pestisida sehingga lebih memilih produk yang bebas OPT daripada yang mengalami sedikit kerusakan oleh OPT. Selain menggunakan pestisida, minimal ada 5 cara lain yang bisa dipertimbangkan terlebih dahulu sebelum memutuskan menggunakan pestisida. dengan demikian maka pestisida menjadi pilihan terakhir.

      Hapus
  72. Apakah dengan dikeluarkannya konsep penanggulangan hama terpadu,populasi OPT betul-betul akan berkurang dan adanya peningkatan PHT pertanian.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau hanya konsep saja, tidak akan pernah bisa menurunkan populasi OPT. Untuk menurunkan populasi OPT, konsep PHT perlu dilaksanakan oleh petani dengan dukungan pemerintah.

      Hapus
  73. Apakah kedepannya ada kemungkinan akan hadirnya teknologi baru pembasmi hama yang rama akan lingkunan dan menggantikan pestisida?
    jika kemungkinan itu memang ada apakah petani dapat meninggalkan kebiasaan akan penggunaan pestisida sebagai pembasni hama?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebelum menjawab pertanyaan ini, saya perlu garis bawahi bahwa perlindungan tanaman tidak dilakukan dengan membasmi OPT, melainkan mengendalikan OPT. Membasmi artinya memusnahkan, mengendalikan artinya menurunkan padat populasi OPT sehingga menjadi tidak merusak, mengganggu kehidupan dan/atau mematikan tanaman. Saya berpendapat bahwa teknologi seperti itu sulit bisa diwujudkan karena jenis tanaman banyak dan setiap jenis tanaman menghadapi banyak jenis OPT. Kalaupun ada teknologi semacam itu untuk satu jenis OPT, akan ada OPT lain yang tetap bisa mengganggu tanaman.

      Hapus
  74. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  75. Mengapa cara kimiawi harus dipilih sebagai alternatif terakhir.apakah tidak bisa menggunakan cara yang lain sebagai alternatif terakhir ??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apakah sudah paham apa yang dimaksud dengan alternatif teakhir dalam hal ini? Pestisida dipilih karena di antara semua sarana pengendalian, pestisida merupakan sarana beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan hidup.

      Hapus
  76. Metode apa yang ditetapkan oleh pakar dalam pengambilan keputusan berbasis ekonomi(AE) ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Metode yang biasa dipakai adalah metode sampling terdiri atas tiga yakni:
      1.Metode Mutlak (Absolut), yaitu data yang didapat merupakan angka pendugaan kepadatan populasi dalam bentuk jumlah individu per satuan unit permukaan tanah atau habitat serangga yang kita amati. Pelaksanaan sampling lebih dahulu ditetapkan unit sampel berupa satuan luas permukaan tanah (1 X 1 m2 ) kemudian semua individu serangga yang ada dalam unit sampel yang kita amati dikumpulkan dan dihitung jumlahnya. Untuk suatu petak pengamatan biasanya diambil beberapa unit sampel, lalu dihitung rat-rata kepadatan populasi dari petak pengamatan tersebut.
      2.Metode Nisbi (Relatif), yaitu data penduga populasi yang diperoleh sulit untuk dikonversi dalam unit permukaan tanah karena banyaknya faktor yang mempengaruhi angka penduga tersebut. Cara pengambilan sampel dengan alat perangkap serangga seperti lampu perangkap (light trap) atau perangkap jebakan (pitfal trap) akan memperoleh angka yang sulit untuk dikonversikan pada unit permukaan tanah.
      3.Metode Indeks Populasi, yaitu yang diukur dan dihitung adalah bekas yang ditinggalkan oleh serangga seperti kotoran, kokon dan sarang. Misalnya kita mengamati tikus maka yang dihitung adalah jumlah liang. Indeks populasi yang sering digunakan adalah kerusakan atau akibat serangan hama pada tanaman, biasanya angka tersebut disebut intensitas kerusakan atau serangan.

      Hapus
  77. Dengan semakin berkembangnya PHT khususnya PHT masyarakat.APakah sudah diterapkan secara efektif dalam hal
    penyadaran masyarakat untuk mampu mengorganisasikan diri dalam melaksanakan PHT?

    BalasHapus
  78. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  79. Bagaimana cara pengambilan keputusan melalui pengambilan keputusan berbasis sistem pakar?

    BalasHapus
  80. Apakah cara kimiawi dipilih sebagai alternatif terakhir adalah pilihan yang benar dan jika cara kimiawi telah dilakukan tetapi serangan OPT muncul lebih ganas dari sebelumnya, maka cara apa yang harus dilakukan??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertanyaan dari mahasiswa Unknown tidak akan dijawab dan tidak akan dinilai.

      Hapus
  81. PHT tidak sekedar untuk memaksimalkan produksi pertanian melainkan juga untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan.Bagaimana caranya agar PHT tersebut dapat mewujudkan pertanian berkelanjutan ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertama-tama, pelajari dahulu pertanian berkelanjutan itu apa. Setelah mempelajari pertanian berkelanjutan itu apa maka akan bisa memahami mengapa PHT diperlukan untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan. Silahkan baca https://en.wikipedia.org/wiki/Sustainable_agriculture

      Hapus
  82. Apakah ada cara lain yang digunakan masyarakat dalam pengendalian hama selain menggunakan pestisida?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada!yaitu menggunakan bahan alami Antara lain Balsam,Kapur putih,kulit telur Daun pepaya,daun tomat,cabai,tepung terigu dan campuran kapur bangunan dan oli kotor
      Dimana bahan-bahan tersebut bisa mengatasi jenis hama kutu putih,kutu kuning,embun jelaga,dan serangga seperti semut dan belalang

      Hapus
  83. apakah dengan melakukan program sekolah lapang PHT(SL-PHT) bisa mempengaruhi petani dalam hasil pertanian mereka?

    BalasHapus
  84. apakah pengambilan kepurusan berbasis sistem pakar akan di terima secara luas oleh masyarakat tani di indonesia ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dengan digantinya pengambilan keputusan menjadi berbasis sekolah lapang, silahkan jawab sendiri pertanyaannya.

      Hapus
  85. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  86. PHT sekolah lapang memberikan pemberdayaan apa saja kepada petani?

    BalasHapus
  87. Apa saja hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah perkembangbiakan hama wereng coklat ini agar tidak terjadi secara berulang yang dapat mengancam ketahanan pangan?
    Terimakasih pa....

    BalasHapus
  88. Bagaimana upaya untuk mencegah agar populasi hama tanaman meningkat??dan apa gejala tanaman yang terserang hama..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk mencegah agar populasi OPT tidak meningkat, perlu dilakukan pengendalian OPT. Ada 6 cara, bisa dipilih cara mana yang tepat. Untuk gejala tanaman yang terserang OPT, selahkan baca kembali materi pada awal perkuliahan mengenai gejala kerusakan yang disebabkan oleh OPT.

      Hapus
  89. Bagainama pengaruh wereng coklat terhadap pertumbuhan tanaman?

    BalasHapus
  90. apakah dengan melakukan program sekolah lapang PHT(SL-PHT)bisa mempengaruhi petani dalam hasil pertanian mereka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Penerapan PHT-SL telah pernah memungkinkan Indonesia meningkatkan produksi padi dahulu.

      Hapus
  91. apa saja konsep pengendalian keputusa dan pengorganisasi pelaksanaan pengendalian hama terpadu sebagai sistem perlindungan tanaman jika diterapkan dilingkungan faperta undana sendiri?

    BalasHapus
  92. dalam pengambilan keputusan, apakah harus diikuti oleh seluruh komponen dan lapisan sistem dalam perlintan?

    BalasHapus
  93. Bagaimana cara yang efektif untuk mengatasi ledakan wereng coklat pada tanaman

    BalasHapus
    Balasan
    1. Secara kultur teknis:
      1. Menggunakan benih yang secara genetis tahan wereng yaitu VUTW (varietas unggul tahan wereng)
      2. Pengaturan pola tanam agar tidak menanam padi secara terus menerus
      3. Melakukan monitoring secara rutin terhadap OPT dan melakukan tindakan antisipasi sedini mungkin
      4. Pengendalian sedini mungkin dilakukan dengan insektisida jika sudah mencapai batas ambang ekonomi yaitu jika:
      - Populasi wereng coklat 5 ekor per rumpun tanaman yang umurnya <40 hari setelah tanam
      - Populasi wereng coklat 20 ekor per rumpun tanaman yang umurnya >40 hari setelah tanam

      Hapus
    2. Langkah-langkah yang dapat mengatasi ledakan wereng coklat secara umum dapat dilakukan dengan cara menggunakan variatas tahan, penanaman tanaman dilakukan dengan jarak tanam yang tidak terlalu rapat, pergiliran varietas, dan pengendalian dengan insektisida.

      Hapus
  94. Mengapa Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) bisa dikatakan sebagai pengelolaan ekosistem pertanian?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena dalam Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) didasarkan pada keadaan agro ekosistem setempat. Sehingga Pengelolaan Hama Terpadu pada suatu daerah boleh jadi berbeda dengan pengembangan di daerah lain. Sistem Pengelolaan Hama Terpadu harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem dan sosial ekonomi masyarakat petani setempat.

      Hapus
    2. Karena PHT merupakan suatu sistem pengendalian yang menggunakan pendekatan ekologi maka pemahaman tentang biologi dan ekologi hama dan penyakit menjadi sangat penting.PHT juga mempunyai 4 prinsip dasar yaitu budidaya tanaman sehat, pemanfaatan musuh alami, pengamatan rutin atau pemantauan dan petani sebagai ahli PHT
      Dimana prinsip PHT sendiri membantu para petani dalam menjalankan usaha bercocok tanam

      Hapus
    3. Karena PHT merupakan sebuah pengelolaan hama yang berusaha meminimalisasi kerusakan ekosistem, seperti membunuh hama dengan predator alami tanpa membasminya. jika kita membasmnya hingga habis maka keseimbangan ekosistem dan rantai makanan akan sangat terganggu.

      Hapus
    4. Karena meskipun hama merupakan pengganggu tanaman, namun hama juga merupakan makhluk hidup yang juga dapat dimanfaatkan dan dalam perkembangannya mulai timbul kesadaran bahwa ternyata hama juga sangat bermanfaat jika kita lakukan tindakan PHT tanpa memusnahkan namun dimanfaatkan, karena sekecil apapun hama tersebut ketika dimusnahkan akan berdampak juga pada ekosistem.

      Hapus
  95. Selama mempelajari mata kuliah Dasar-dasar Perlindungan tanaman,kita tentu sudah membaca UU No.12 Tahun 1992 tentang sistem Budidaya Tanaman dan PP No.6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman.Salah satu pasal dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut menyatakan bahwa pengendalian OPT dilakukan dengan menggunakan sistem pengendalian hama terpadu (PHT).Bila setelah melakukan pengamatan populasi hama dan musuh alami petani memutuskan tidak melakukan tindakan apa-apa ,Jelaskan apakah keputusan tersebut dapat dikatakan telah melaksanakan PHT?

    BalasHapus
  96. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  97. Mengapa fluktuasi produksi perlu dijaga keseimbangannya dengan stabilitas dalam pertanian berkelanjutan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Menurut saya, dengan menjaga keseimbangan dan stabilitasnya agar tidak dapat menimbulkan banyak resiko. Fluktuasi harga yang tinggi dapat menimbulkan banyak resiko dari harga nominal yang terjadi dibandingkan dengn fluktuasi harga yang relative rendah. Implikasinya, stabilitas harga dapat meminimalkan tingginya fluktuasi harga dan menjaga stabilitas harga secara nominal sehingga dapat memperkecil dampaknya terhadap inflasi.
      stabilitas harga sangat diperlukan untuk mencegah fluktuasi harga baik yang di lakukan melalui mekanisme pasar maupun melalui investasi pasar, secara langsung ataupun tidak langsung. Hal yang harus dilakukan agar tidak mengalami fluktuasi, pada pengendalian pasokan dan harga yang dikuasai oleh pedagang besar, dan kondisi produksi yang berfluktuatif membutuhkan intervensi pemerintah untuk menstabilkan harga tersebut.

      Hapus
    3. Pengertian pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.Pertanian berkelanjutan (Sustainable Agriculture) merupakan implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pada sektor pertanian. Konsep pertanian berkelanjutan, ialah yang bertumpu pada tiga pilar: ekonomi, sosial, dan ekologi. hubungan stabilitasnya yakni ketika kita bisa menjaga stabilitas produksi pertanian tent tiga pilar ini juga akan tetap stabil dan tidak terganggu. jika terjadi ketidakstabilan hasil produksi pertanian, apalagi Indonesia yang masih termasuk dalam negara agraris maka perekonomian dan kestabilan ekonominya juga bergantungan pada produksi pertanian

      Hapus
    4. Menurut pendapat saya, fluktuasi produksi perlu dijaga keseimbangannya dengan stabilitas dalam pertanian berkelanjutan supaya dalam angka hasil produksi pertanian tetap terlihat stabil dan proses investasi antara pasar-pasar lokal dapat terjaga. tinggkat fluktuasi yang tinggi dapat mempengaruhi harga hasil produksi dan itu membuat para produsen harus mencari strategi secepat mungkin untuk meminimalisirkan hal tersebut.

      Hapus
  98. Apakah ada faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ledakan wereng coklat pada tumbuhan? JIka ada, tolong dijelaskan!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Penyebab terjadinya ledakan wereng coklat, yaitu :
      1. Perubahan iklim global yang berpengaruh terhadap sikap hama terhadap tanaman padi.
      2. La Nina dengan curah hujan yang tinggi di musim kemarau menimbulkan kelembaban yang tinggi mengaktifkan sifat biological clock wereng coklat untuk berkembang menghasilkan populasi yang tinggi.
      3. Tanam tidak serempak.
      4. Penggunaan insektisida yang tidak akurat oleh lebih 90% petani menjadi kendala tidak turunnya populasi wereng coklat, bahkan ditambah lagi dengan 71% dari jumlah petani tersebut masih menggunakan insektisida bukan anjuran.
      5. Melemahnya disiplin monitoring serta meremehkan keberadaan hama wereng coklat.
      6. Munculnya penyakit virus ragged stunt (penyakit virus kerdil hampa = VKH), bersama penyakit virus grassy stunt tipe 2 (penyakit kerdil rumput = VKR tipe 2) yang disebarkan wereng coklat.
      7. Penggunaan varietas unggul serta pupuk kimia dan pestisida secara berlebihan menorong terjadinya ledakan wereng cokelat yang merupakan vektor penyakit tungro


      Hapus
    3. Penyebab-penyebab terjadinya ledakan Wereng coklat, yaitu :
      1. Pola tanam tidak serempak
      Tanam tidak serentak berpotensi munculnya hama wereng karena siklus wereng tidak berhenti dan akan terus berkembang dari sawah satu kesawah lainnya.

      2 Penggunaan Varietas padi
      Usahakan pemilihan varietas berbeda di setiap musim tanam.

      3. Jarak tanam
      Penggunaan jarak tanam yang rapat berpotensi hama wereng berkembangbiak dengan baik. Jarak tanam yang dianjurkan bisa menggunakan jarak tanam jajar legowo karena sinar matahari bisa masuk ke sela sela rumpun padi.

      4. Penggunaan Pestisida yang tidak bijak
      Penggunaan pestisida kimia yang tidak bijak bisa menyebabkan hama wereng, karena hama wereng akan menjadi kuat atau resisten terhadap bahan kimia dari pestisida tersebut.

      5. Tidak melakukan Eradikasi
      Eradikasi atau pemusnahan secara total bekas tanaman padi sangat diperlukan untuk lahan pertanian yang sudah terserang hama wereng sebelumnya. Sebab, jika tidak dilakukan pumusnahan total, maka virus dan sisa telur yang masih tertinggal akan berkembang.

      Hapus
    4. Penyebab terjadinya ledakan wereng coklat yaitu :
      1. pola tanam padi yang intensif
      2. maraknya penggunaan pestisida terlarang.

      Hapus
  99. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  100. Jelaskan beberapa prinsip dasar sehingga Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) bisa berkembang!

    BalasHapus
    Balasan
    1. bebrapa prinsip dasar sehingga pengelolaan PHT bisa berkembang
      1. Budidaya tanaman sehat
      Budidaya tanaman yang sehat dan kuat menjadi bagian penting dalam program pengendalian hama dan penyakit. Tanaman yang sehat akan mampu bertahan terhadap serangan hama dan penyakit dan lebih cepat mengatasi kerusakan akibat serangan hama dan penyakit tersebut. Oleh karena itu, setiap usaha dalam budidaya tanaman paprika seperti pemilihan varietas, penyemaian, pemeliharaan tanaman sampai penanganan hasil panen perlu diperhatikan agar diperoleh pertanaman yang sehat, kuat dan produktif, serta hasil panen yang tinggi.

      2. Pemanfaatan musuh alami
      Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami yang potensial merupakan tulang punggung PHT. Dengan adanya musuh alami yang mampu menekan populasi hama, diharapkan di dalam agroekosistem terjadi keseimbangan populasi antara hama dengan musuh alaminya, sehingga populasi hama tidak melampaui ambang toleransi tanaman.

      3. Pengamatan rutin atau pemantauan
      Agroekosistem bersifat dinamis, karena banyak faktor di dalamnya yang saling mempengaruhi satu sama lain. Untuk dapat mengikuti perkembangan populasi hama dan musuh alaminya serta untuk mengetahui kondisi tanaman, harus dilakukan pengamatan secara rutin. Informasi yang diperoleh digunakan sebagai dasar tindakan yang akan dilakukan.

      4. Petani sebagai ahli PHT
      Penerapan PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem setempat. Rekomendasi PHT hendaknya dikembangkan oleh petani sendiri. Agar petani mampu menerapkan PHT, diperlukan usaha pemasyarakatan PHT melalui pelatihan baik secara formal maupun informal.

      Hal-hal yang diperlukan untuk penerapan PHT
      Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah dikemukakan, maka untuk penerapan PHT diperlukan komponen teknologi, sistem pemantauan yang tepat, dan petugas atau petani yang terampil dalam penerapan komponen teknologi PHT.

      Hapus
  101. Bagaimana cara peningkatan PHT pertanian?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Peningkatan PHT :
      1).Penerapan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) dilakukan secara
      bersistem, terpadu dan terkoordinasi dengan baik,
      2).Sasarannya adalah produksi dan ekonomi tercapai tanpa merusak
      lingkungan hidup dan aman bagi kesehatan manusia,
      3).Mempertahankan produksi dan mengedepankan kualitas produk pertanian,
      4).Mempertahankan populasi hama atau tingkat serangan hama dibaah
      AE/AK/AT,
      5).Mengurangi dan membatasi penggunaan pestisida kimia,
      6).Penggunaan pestisida kimia merupakan alternatif terakhir apabila
      teknik pengendalian yang ramah lingkungan tidak mampu mengatasi.

      Hapus
    2. Menurut saya cara meningkatkan PHT pertanian yaitu dengan memadukan semua teknik atau metode pengendalian Hama secara optimal ( ekologis dan ekonomis )

      Hapus
    3. Menurut saya cara meningkatkan PHT pertanian yaitu dengan memanfaatkan berbagai teknik pengendalian yang layak (kultural,mekanik,fisik dan hayati) dengan tetap memperhatikan aspek-aspek ekologi,ekonomi dan budaya untuk menciptakan suatu sistem pertanian yang berkelanjutan dengan menekan terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh pestisida dan kerusakan lingkungan secara umum. Penyemprotan pestisida harus dilakukan secara sangat hati-hati dan sangat selektif bilamana tidak ada lagi cara lain untuk menekan populasi hama di lapang.
      PHT pada dasarnya adalah penerapan sistem bercocok tanam menghasilkan tanaman yang sehat dan kuat berproduksi tinggi dan berkualitas tinggi.

      Hapus
  102. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  103. Jelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan OPT!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT yang pertama adalah faktor eksternal, yaitu :
      1. Pengaruh suhu
      Serangga adalah organisme berdarah dingin (poikilotermal), dimana suhu tubuhnya sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Setiap serangga memiliki kisaran suhu tertentu. Di luar kisaran suhu yang ideal, serangga akan mati kedinginan atau kepanasan. Dekat titik minimum dan maksimum, serangga masih dapat bertahan hidup, tetapi tidak aktif. Suhu optimal bagi kebanyakan serangga adalah 26°C. Situasi hibernasi umumnya dimulai pada suhu 15°C, dan aestivasi pada suhu 38°C-45°C.
      2. Pengaruh kelembapan
      Kelembapan besar pengaruhnya terhadap kehidupan hama. Bila kelembapan sesuai dengan kebutuhan hidup serangga, serangga tersebut cenderung tahan terhadap suhu-suhu ekstrim.
      3. Pengaruh curah hujan
      Air merupakan kebutuhan primer bagi setiap makhluk hidup. Begitu pula bagi hama tanaman pertanian. Bila air berlebihan, akan berakibat tidak baik terhadap perkembangbiakan dan pertumbuhan organisme hama.
      4. Pengaruh cahaya
      Cahaya merupakan salah satu faktor ekologi yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan hama tanaman. Beberapa jenis hama mempunyai reaksi positif terhadap cahaya. Misalnya Penggerek padi putih (Tryporyza innotata), wereng cokelat (Nilaparvata lugens), anjing tanah (Gryllotalpa africana), waiang sangit (Leptocorixa acuta), kumbang katimumul hijau (Anomala viridis), dan kumbang beras (Sitophillus oryzae) tertarik cahaya lampu pada malam hari. Ada beberapa hama yang aktif pada saat tidak ada cahaya atau malam hari (nokturnal), misalnya ulat grayak (Spodoptera litura), tikus (Rattus-rattus sp.), ulat tanah (Agrotis ipsilon), dan jenis kalong (Pteropus sp.). Banyak pula hama yang aktif pada siang hari (diurnal), seperti waiang sangit, wereng cokelat, dan belalang kayu (Valanga nigricornis).
      5. Pengaruh angin
      Angin berpengaruh terhadap perkembangan hama, terutama dalam proses penyebaran hama tanaman. Misalnya: Kutu daun (Aphid) dapat terbang terbawa angin sejauh 1.300 km. Kutu loncat (Heteropsylla cubana), penyebarannya dipenga­ruhi oleh angin.
      6. Struktur dan kelembapan cahaya
      Struktur dan kelembapan tanah berpengaruh besar terhadap kehidupan hama. Tanah berstruktur gembur, dengan kandungan bahan organik tinggi, dan kelembapan yang cukup, dapat mendukung perkembangan hama yang seluruh atau sebagian hidupnya di dalam tanah.

      Hapus
    2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT :
      1. Faktor dalam adalah faktor yang berada dalam tubuh orgnisme seperti organ tubuh dan keadaan fisiologisnya.
      2. Faktor luar adalah faktor yang berada di luar tubuh organisme yang mempengaruhinya langsung dan tidak langsung yaitu faktor fisik, biotik dan makanan.
      Faktor biotik adalah semua faktor yang pada dasarnya bersifat hidup dan berperan dalam keseimbangan populasi OPT. Termasuk dalam faktor biotik adalah parasit, predator, kompetisi dan resistensi tanaman.Faktor makanan adalah unsur utama yang menentukan perkembangan OPT. tersedianya inang(tanaman dan hewan) yang menjadi sumber makanan merupakan factor pembatas dalam menentukan taraf kejenuhan populasi (carryng Capacity) lingkungan atas OPT.
      Faktor fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan topografi suatu daerah merupakan faktor penghambat atau sekurang-kurangnya mempengaruhi penyebaran OPT. Hal ini disebabkan oleh perbedaan topografi yang menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim dan secara tidak langsung menimbulkan perbedaan tumbuhan yang tumbuh.
      Faktor cuaca antara lain :
      1. suhu
      2. Kelembaban
      3. Cahaya
      4. pergerakan udara
      Hal yang juga dapat mempengaruhi penyebaran Hama adalah aktivitasnya sendiri, yaitu:
      1. Hama yang menetap
      2. Hama yang tak menetap
      3. Hama yang menyerang pada malam hari
      4. Hama yang menyerang siang malam

      Hapus
    3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi dua :
      1. Faktor dalam adalah faktor yang berada dalam tubuh orgnisme seperti organ tubuh dan keadaan fisiologisnya.
      2. Faktor luar adalah faktor yang berada di luar tubuh organisme yang mempengaruhinya langsung dan tidak langsung yaitu faktor fisik, biotik dan makanan.

      Hapus
    4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT terdiri atas
      1. Faktor biotik (misalkan : musuh alami OPT, jenis tanaman, dan tindakan manusia)
      2. Faktor abiotik (misalkan : temperatur, kelembaban udara, sinar matahari, hujan, angin, tanah, air, dsb).

      Hapus
    6. 2. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) :
      • Faktor biotik adalah semua faktor yang pada dasarnya bersifat hidup dan berperan dalam keseimbangan populasi OPT. Yang termasuk dalam faktor biotik adalah parasit, predator, kompetisi dan resistensi tanaman. Faktor makanan adalah unsur utama yang menentukan perkembangan OPT. Tersedianya inang (tanaman dan hewan) yang menjadi sumber makanan merupakan factor pembatas dalam menentukan taraf kejenuhan populasi (carryng Capacity) lingkungan atas OPT. Untuk faktor kompetitor, Apabila terdapat jenis lain atau individu lain yang kebutuhannya sama di suatu tempat yang sama maka terjadi kompetisi, Kompetisi intraspesifik menyebabkan pemencaran dan perkelahian, Kompetisi interspesifik (Jenis hama berbeda tetapi makanan sama). Di dalam hal ini yang paling sering predator kalah saing. Selain itu musuh alami kadang juga merupakan faktor yang bisa mengendalikan populasi hama.
      • Faktor abiotik merupakan semua faktor yang bersifat tidak hidup serta mengambil bagian dlm peristiwa pembatasan secara wajar terhadap populasi OPT. Faktor abiotik terdiri dari bberapa jenis, sebagai berikut
      - Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi kehidupan OPT, baik terhadap perkembangan maupun aktivitasnya. Pada suhu maksimum dan minimum yaitu kisaran suhu terendah atau tertinggi yang dapat menyebabkan kematian pada OPT; pada suhu estivasi atau hibernasi yaitu kisaran suhu diatas atau dibawah suhu optimum yang dapat mengakibatkan OPT mengurangi aktivitasnya atau dorman; dan pada suhu
      kisaran suhu optimum aktivitas OPT semakin meingkat.
      - Cahaya mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan, cahaya membantu untuk mendapatkan makanan, dan tempat yang lebih sesuai. Setiap jenis OPT membutuhkan intensitas cahaya yang berbeda untuk aktifitasnya. Pada suhu terntentu aktivitas serangga semakin meningkat.
      - Air merupakan kebutuhan utama setiap organisme, oleh sebab itu air juga mempengaruhi perkembangan OPT.
      - Kelembaban juga mempengaruhi sifat-sifat, kemampuan bertelur dan pertumbuhan serangga dan jenis OPT lainya.
      - Curah hujan merupakan pemicu perkembangan eksternal dan berguna untuk merangsang keluarnya kasta reproduksi dari sarang. Serangga tidak keluar jika curah hujan rendah. Curah hujan yang terlalu tinggi juga dapat menurunkan aktivitas serangga. Curah hujan umumnya memberikan pengaruh fisik secara langsung pada kehidupan koloni serangga.

      Referensi :
      http://ilham-agt08.blogspot.com/2011/03/faktor-faktor-lingkungan-yang.html

      Hapus
    7. faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT adalah :
      1. pengaruh suhu
      2. pengaruh kelembaban
      3. pengaruh curah hujan
      4. pengaruh cahaya
      5. pengaruh angin

      Hapus
  104. Mengapa penggunaan pestisida mendorong munculnya biopte wereng baru sehingga mematikan musuh alami tersebut dan dapat menyebabkan terjadinya rusurgensi hama sasaran dan ledakan hama sekunder?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karna dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan populasi hama setelah penggunaan pestisida pada tanaman yaitu :
      1. Ketahanan hama terhadap pestisida
      Karena merasa hama yang dikendalikannya tidak kunjung mati atau berkurang, maka petani dengan instingnya terdorong untuk semakin sering melakukan penyemprotan pestisida, bahkan menambah dosisnya. Padahal, penggunaan pestisida yang berlebihan ini dapat kembali meningkatkan peningkatan populasi hama.
      Perlu diketahui bahwa, dari banyaknya populasi hama yang ada, biasanya terdapat individu hama yang memiliki sifat genetik tahan terhadap jenis pestisida tertentu. Individu-individu yang tahan terhadap pestisida tersebut akan berkembang biak menjadi populasi hama. Hal ini sering dikenal dengan istilah resistensi, yaitu kondisi dimana terdapat populasi hama yang tidak dapat dikendalikan oleh pestisida.
      2. Resurgensi hama
      Resurgensi merupakan suatu kondisi dimana, pestisida sebagai racun yang berspektrum luas, selain dapat membunuh hama ternyata juga dapat membunuh musuh alami hama, seperti polinator, burung, ikan, dan musuh alami lainnya.
      Selain karena matinya musuh alami hama, resurgensi hama juga dapat disebabkan oleh jenis-jenis pestisida tertentu yang justru dapat memacu peningkatan telur serangga hama. Hal ini telah dibuktikan oleh International Rice Research Institute terhadap hama wereng coklat (Nilaparvata lugens).
      3. Timbulnya hama sekunder

      melalui penggunaan pestisida, petani mungkin merasakan populasi hama semakin berkurang. Namun di balik itu, ada hal lain yang menjadi masalah yakni munculnya hama baru yang sebelumnya tidak menjadi masalah setelah populasi hama lama terkendali.
      Jenis hama tertentu dapat dikendalikan oleh musuh alami. Namun, setelah penerapan pestisida pada tanaman pertanian, musuh alami hama justru mati sehingga muncullah hama-hama baru yang tidak terkendali.
      4. Pestisida mengalir ke perairan
      Sisa pemakaian pestisida dapat merusak ekosistem air yang berada di sekitar lahan pertanian. Hal ini disebabkan oleh pestisida yang membuat air tercemar. Air yang telah tercemar kemudian menyebar dan menyuburkan ganggang di daerah perairan, biasanya sungai dan irigasi.
      Karena ganggang-ganggang tersebut tumbuh subur, maka cahaya matahari sulit masuk ke dasar air dan mengakibatkan hewan-hewan dan fitoplankton tidak mendapatkan cahaya. Jika fitoplankton tidak mendapatkan cahaya, maka ia akan mati karena tidak akan dapat berfotosintesis.
      Sebenarnya ada cara yang lebih efektif dan murah yang dapat dilakukan oleh petani untuk mengendalikan hama tanaman tersebut, seperti halnya dengan melakukan pengendalian hama terpadu, penggunaan agen hayati seperti tricoderma, fusarium nonpathogenic, pengambilan kelompok telur dan dikombinasikan dengan penggunaan bibit, serta pengelolaan lahan yang sehat.


      https://8villages.com/full/petani/article/id/5ddde9aef3adeaa256aafa12

      Hapus
  105. Sebutkan berbagai faktor yang terdapat dalam keputusan pengelolaan hama terpadu secara kompleks?

    BalasHapus
    Balasan
    1. faktor yng terdapat dalam keputusan pengelolaan hama terpadu secara kompleks, yaitu :
      1. dasar ambang ekonomi (AE)
      2. kemampuan merusak dari hama yang dikendalikan
      3. biaya pengendalian
      4. harga hasil tanaman sehingga dengan demikian AE bersifat dinamik (senantiasa berubah).

      Hapus
    2. 1. Pengendalian Alamiah memahami faktor-faktor yang mempengaruhi populasi hama
      2. AE (Ambang Ekonomi) dan TKE (Tingkat Kerusakan Ekonomi) untuk mengetahui kapan pengendalian dilakukan
      3. Monitoring (Teknik Sampling) mengamati secara berkala populasi hama dan musuh alaminya
      4. Biologi dan ekologi untuk tanaman, musuh alami, dan hama

      Hapus
  106. Konsep PHT muncul pada tahun 1960-an karena kekhawatiran masyarakat dunia akan dampak penggunaan pestisida bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Dunia menginginkan pendekatan dan teknologi pengendalian hama baru yang tidak membahayakan kesehatan dan yang aman bagi lingkungan hidup, sehingga diterapkan konsep PHT. konsep ini tetap menggunakan pestisida sebagai alternatif terakhir yang digunakan untuk mengendalikan OPT, hal ini berarti bahwa cara PHt tetap masih ada satu langkah yang menggunakan pestisida, terus bagaimanakah menerapkan PHT yang benar-benar tidak meruska keseimbangan lingkungan walaupun sangat mendesak diserang oleh OPT?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Penerapan PHT untuk penanganan OPT dilandasi oleh 7 prinsip dasar, yaitu (1) sifat dinamis ekosistem pertanian, (2) adanya analisa biaya-manfaat, (3) adanya toleransi tanaman terhadap kerusakan, (4) pengelolaan populasi OPT sesedikit mungkin berada di tanaman, (5) budidaya tanaman sehat, (6) pemantauan lahan, dan (7) pemasyarakatan konsepsinya (Kasumbogo Untung, 1993 ). Penerapan prinsip dasar ini menuntut kemampuan sumberdaya manusia yang terlibat, adanya kelembagaan yang baik, tersedianya standar dan mekanisme operasional yang dinamis. Sarana dan teknologi yang ada di bidang perlindungan tanaman pun terus berkembang sedemikian rupa sehingga diharapkan petugas pertanian dan masyarakat petani mengetahui dan mengikuti perkembangan tersebut.
      Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan salah satu cara pengamanan produksi dari masalah OPT dengan pengendalian yang memadukan beberapa cara pengendalian yang lebih diarahkan pada cara pendekatan-pendekatan yang mengandalkan peran agroekosistem. Pengendalian secara biologi dengan memanfaatkan agens hayati merupakan salah satu komponen PHT yang didasarkan pada pendekatan tersebut (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2013). Pengendalian hama dengan memanfaatkan alam dan tidak menentangnya merupakan salah satu strategi untuk mengelola pertumbuhan tanaman dan lingkungannya, sehingga memberikan keuntungan yang maksimal.

      Pengendalian dengan pertimbangan kelestarian lingkungan ini mempunyai arti bahwa pengendalian yang dilakukan memiliki resiko yang kecil, tidak mengakibatkan kekebalan (resurgensi), serta tidak membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan.

      Upaya pengendalian OPT ramah lingkungan dengan menurunkan penggunaan pestisida kimia dapat meningkatkan ketersediaan agens hayati yang ada di alam. Penggunaan pestisida selain berdampak positif juga dapat menimbulkan dampak negatif bila penggunaannya kurang bijaksana, karena dapat menyebabkan resurgensi, resistensi, matinya musuh alami, dan pencemaran lingkungan melalui residu yang ditinggalkan serta dapat menyebabkan keracunan pada manusia yang dampaknya untuk jangka panjang lebih merugikan dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh. Oleh karena itu, dewasa ini perhatian pada pengendalian yang lebih ramah lingkungan semakin besar untuk menurunkan penggunaan pestisida sintetis.

      Agensia hayati merupakan sarana pengendalian OPT yang sebenarnya telah tersedia di suatu ekosistem pertanaman, tetapi seringkali keberadaannya pada tingkat yang tidak memadai, sehingga seringkali menyebabkan populasi OPT cenderung semakin meningkat yang dapat menimbulkan adanya serangan OPT dari tingkat serangan rendah, sedang sampai berat. Untuk itu ketersediaan agensia hayati yang memadai pada suatu sistem, sangat menentukan keberhasilan usaha pengendalian OPT dengan memanfaatkan agens hayati. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan pengembangan agens hayati baik di tingkat petani maupun di tingkat laboratorium. Dengan pengembangan yang dilakukan secara terus-menerus akan memunculkan berbagai agens hayati yang dapat dimanfaatkan dalam pengendalian OPT ramah lingkungan ini dan efektifitas agens hayati yang sudah ada (di alam) kualitasnya stabil sehingga keseimbangan dalam ekosistem dapat terjaga dan tercapai kelestarian lingkungan yang diharapkan.

      Pengendalian OPT ramah lingkungan dengan cara pengendalian hayati merupakan upaya pengendalian yang lebih aman dibandingkan dengan pengendalian menggunakan pestisida. Pengendalian OPT secara hayati merupakan salah satu komponen dalam pengendalian hama secara terpadu (PHT) dimana dengan cara hayati diharapkan terjadi keseimbangan dalam ekosistem, sehingga keberadaan OPT tidak menimbulkan kerugian secara ekonomis. Dengan pengelolaan ekosistem yang baik, peran musuh alami dapat dimaksimalkan untuk mencegah timbulnya eksplosi OPT.

      Pengendalian OPT secara hayati berupaya untuk meningkatkan sumberdaya alam serta memanfaatkan proses-proses alami yang terjadi di alam.

      Hapus
    2. Untuk menekan penggunaan pestisida dalam tindakan PHT maka perlu dilakukan beberapa cara, antara lain
      1. Penggunaan varietas yang tahan OPT
      2. Pemilihan waktu tanam yang tepat
      3. Pemilihan lingkungan yang tepat
      4. Melakukan rotasi tanaman
      5. Pengaturan jarak tanam
      6. Sanititasi dan pemeliharaan yang rutin
      7. Pengamatan tanaman secara berkala
      8. Pemanfaatan musuh alami
      9. Penggunaan perangkap hama (alami maupun buatan)
      10. Penggunaan pestisida nabati

      Hapus
  107. Mengapa Varietas unggul berdaya hasil tinggi rentan terhadap wereng cokelat dan tungro ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. • Hama wereng batang coklat (WBC)
      Hama wereng batang coklat merupakan hama utama tanaman padi sehingga menjadi hama yang sangat ditakuti petani karena bisa mengakibatkan gagal panen (fuso).WBC merupakan hama r-strategis; menghisap cairan batang tumbuhan padi, dapat berkembang biak dengan cepat, dan cepat menemukan habitatnya serta mudah beradaptasi dengan membentuk biotipe baru. Selain itu, hama ini juga menularkan penyakit virus kerdil hampa (VKH).
      Hama wereng coklat menyukai tanaman yang dipupuk N dosis tinggi dengan jarak tanam rapat. Padi merupakan varietas yang biasa diberi tambahan N melalui pemupukan. Jarak tanam padi pun tergolong rapat, sehingga menjadi tempat ideal bagi wereng coklat.
      Ledakan wereng coklat disebabkan oleh perubahan iklim. Iklim ekstrim dan cenderung basah sepanjang tahun (salah satunya karena kemarau basah, efek dari La Nina) menyebabkan pola tanam petani yang awalnya padi-padi-palawija, berubah menjadi padi-padi-padi. Perubahan pola tanam ini dan juga penanaman padi secara terus-menertus dan tidak serempak merupakan beberapa pemicu ledakan hama wereng coklat.
      • Penyakit tungro
      Penyakit tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi(Oryza sativa). Penyakit tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda yaitu virus bentuk batang Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice Tungro Spherical Virus (RTSV). Virus tungro hanya ditularkan oleh wereng hijau (sebagai vektor) tidak terjadi multiplikasi dalam tubuh wereng dan tidak terbawa pada keturunananya. Sejumlah species wereng hijau dapat menularkan virus tungro, namun Nephotettix virescens merupakan wereng hijau yang paling efisien sehingga perlu diwaspadai keberadaannya. Penularan virus tungro dapat terjadi apabila vektor memperoleh virus setelah mengisap tanaman yang terinfeksi virus kemudian berpindah dan mengisap tanaman sehat tanpa melalui periode laten dalam tubuh vektor.
      Wereng Hijau memiliki cara menyerang yang hampir sama dengang Wereng Coklat, yakni mereka menyukai tanaman yang dipupuk N dosis tinggi dengan jarak tanam rapat.

      Kedua jenis OPT tersebut memiliki keunggulan tersendiri yang merugikan bagi petani. Kedua OPT ini sangat sulit dibasmi karena penyebarannya sangat cepat dan mudah beradaptasi. Selain itu, Penggunaan pestisida malah menjadikan popupasi kedua OPT ini semakin melunjak. Mulanya pemberian pestidisa dimaksudkan untuk mengurangi peningkatan populasi hama, namun hal ini malah membunuh organisme non-target yang notabene merupakan musuh alami dari wereng coklat maupun wereng hijau. Penggunaan pestisida untuk mengurangi populasi kedua OPT tersebut nyatanya hanya berhasil dalam jangka waktu yang pendek, sebab wereng coklat dapat dengan mudah menghasilkan biotipe baru yang tahan terhadap pestisida. Pada akhirnya pengaplikasian peptisida menjadi sia-sia.
      Oleh sebab itu perlu dilakukan penanganan tepat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga tidak terjadi lonjakan populasi hama wereng coklat maupun wereng hijau.

      Referensi :
      https://belajartani.com/hama-wereng-coklat-gejala-serangan-dan-cara-pengendaliannya-pada-tanaman-padi/
      https://id.wikipedia.org/wiki/Wereng_Hijau
      https://id.wikipedia.org/wiki/Tungro
      http://jabar.litbang.pertanian.go.id/index.php/info-teknologi/625-strategi-pengendalian-hama-wereng-batang-cokelat

      Hapus
  108. Jelaskan faktro yang mempengaruhi pengolaan hama terpadu

    BalasHapus
  109. Jelaskan faktro yang mempengaruhi pengolaan hama terpadu

    BalasHapus
  110. Jelaskan faktro yang mempengaruhi pengolaan hama terpadu

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. Lingkungan
      Lingkungan yang baik dan jauh dari kontaminasi bahan bahan kimia merupakan salah satu cara menekan tigkat serangan OPT, serta kecocokan antara tanaman dan lingkungan sangat mempengaruhi ketahanan dan tingkat serangan OPT pada tanaman.
      2. Tanaman
      Menggunakan tanaman yang tahan terhadap OPT merupakan suatu langkah awal untuk mencegah serangan OPT
      3. Jenis OPT
      Jenis OPT yang menyerang dapat mempengaruhi tingkat produktifitas tanaman dan besarnya pengeluaran secara ekonomis untuk mengendalikan OPT tersebut
      4. Perilaku Petani
      Kemampun petani untuk selalu memelihara tanaman secara rutin dan pencegahan awal terhadap gejala gejala awal serta cara PHT.
      5. Cara mengendalikan
      Tindakan pengendalian juga harus efektif dan efisien serta tepat sasaran terhdap tanaman maupun jenis OPT yang menyerang.

      Hapus
    2. faktor- faktor yang memepengaruhi PHT adalah
      Faktor lingkungan yaitu kultivar tanaman, fase pertumbuhan tanaman, keadaan agroklimat, dan sebagainya.

      Hapus
  111. Apa saja parameter yang dapat menunjukkan keberhasilan dalam tindakan PHT??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Manurut saya, penerapan pengendalian hama terpadu dikatakan berhasil apabila semua gejala yang menimbulkan kerusakan pada tanaman telah hilang. dalam hal ini, populasi hama berhasil dikendalikan dimana hama tidak lagi merusak tanaman sehingga tidak mengakibatkan kerugian.

      Hapus
  112. Jelaskan tiga fase PHT yang berkembang dalam sejara penerapannya???

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dalam sejarah penerapannya PHT berkembang dalam tiga fase yaitu :
      1. PHT ambang ekonomi ( PHT-AE), yaitu fase PHT sebagai "pengendalian hama terpadu" yang pengambilan keputusannya dilakukan untuk menentukan apakah aplikasi pestisida perlu dilakukan atau belum dengan membandingkan padat populasi OPT hasil pemantauan dengan AE
      2. PHT sekolah lapang (PHT-SL),yaitu fase PHT yang diorganisasikan oleh pihak luar (pemerintah LSM) dengan pengambilan keputusan yang dilakukan berbasis keputusan oleh petani sendiri yang telah diberdayakan untuk melakukan pengambilan keputusan yang dilakukan, melalui sekolah lapang.
      3. PHT masarakat (PHT komunitas), yaitu fase PHT yang berkembang melalui penyadaran masarakat untuk mampu mengorganisasikan diri dalam melaksanakan PHT. penyadaran mula-mula dapat di lakukan oleh pihak luar tetapi segala sesuatu yang berkaitan dengan perlindungan tanaman selanjutnya dilakukan oleh masarakat sendiri.

      Hapus
  113. Konsep pengendalian hama terpadu nyatanya masih belum diterapkan secara baik oleh petani di Indonesia. masih banyak petani yang menggunakan pestisida secara berlebihan dengan tujuan meengurangi populasi hama dengan lebih cepat. namun cara ini malah akan merusak lingkungan.

    Bagaimana mengedukasi masyarakat untuk menerapkan sistem pengendalian hama terpadu sehingga tidak lagi merusak lingkungan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya perlu dilakukan sosialisasi bagi para petani dalam mengendalikan hama dengan baik tanpa merusak lingkungan serta penjelasan akan bahayanya penggunaan pestisida dalam mengendalikan hama. Perlu juga di cari cara cara alternatif yang lebih Ramah lingkungan dalam mengendalikan hama. Ini juga menjadi tugas kita sebagai mahasiswa pertanian dalam mengubah pola pikir petani kita dan mensejahterakan mereka

      Hapus
  114. Apakah SL-PHT sudah dikembangkan didaerah pwrtanian di indonesia?

    BalasHapus
  115. 1.bagaimana cara mengatasi varietas unggul berdaya hasil tinggi rentan terhadap wereng coklat dan tungro?
    2.bagaimana penanggulangan yang tepat terhadap pengguna,an atau pemakain pestisida yang terlalu berlebihan pada tanaman?

    BalasHapus
  116. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  117. Kenapa pemberian pupuk kimia dan pestisida yang berlebihan dapat mendorong populasi wereng coklat semakin meningkat.?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena penggunaan bahan kimia dan pestisida yang berlebihan akan menyebabkan opt tahan terhadap bahan kimia tersebut atau biasa di sebut Resistensi

      Resistensi adalah sifat kebal terhadap bahan tertentu yang diperoleh OPT dari kemampuan adaptasi dan dukungan untuk mempertahankan hidup dari paparan zat kimia

      Hapus
  118. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  119. Bagaimana cara pengendalian untuk membasmi opt

    BalasHapus
    Balasan
    1. Denagan cara 1 menggunakan agen hayati berupa bakteri bacillus thurgenisis 2. Pengendalian OPT secara teknis dan biologis (biopestisida)3 pengendalian OPT secara obat pertanian dan pestisida 4 pembasmian OPT dengan teknik Mulsa

      Hapus
  120. Berikan salah satu contoh opt terpadu

    BalasHapus
  121. Mengapa ketahanan VUTW selalu dipatahkan setiap kali dihasilkan varietas baru dalam waktu tidak terlalu lama pada saat munculnya wereng coklat biotipe baru?

    BalasHapus
  122. Dari cara pengendalian yaitu dari cara mrkanik,cara fisik,cara kimiawi,cara hayati,cara genetik,dan cara budidaya.
    Cara-cara manakah yang dapat dilakukan secara bersamaan

    BalasHapus
  123. "Pengambilan keputusan dalam PHT dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang saling berkaitan dan dengan melalui proses yang kompleks."
    Faktor-faktor apa yang dimaksudkan dalam kalimat tersebut?

    BalasHapus